Salah satunya adalah wilayah Kembang Kuning, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur. Desa yang terletak di kaki Gunung Rinjani itu konsisten mempertahankan adat serta budaya timur dan Islam yang terkandung di dalamnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Desa Kembang Kuning, Lalu Sujian, saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu. Menurutnya, meskipun banyak wisatawan mancanegara yang datang, masyarakat Desa Kembang Kuning dapat menerima perbedaan adat dan budaya yang begitu kentara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal serupa juga diungkapkan oleh Roni, Ketua Pokdarwis Desa Kembang Kuning. Dia bercerita bahwa awalnya masyarakat melakukan penolakan terhadap para wisatawan mancanegara yang datang dan berwisata di desa.
Mayoritas masyarakat pada waktu itu beranggapan bahwa kedatangan turis asing membawa dampak buruk bagi masyarakat desa. Dengan pakaian yang terbuka, serta gaya hidup yang bebas, membuat masyarakat resah dan menganggap turis asing tidak sesuai dengan kebudayaan yang melekat erat di Desa Kembang Kuning.
![]() |
Meski mengaku tak mudah, Roni tetap semangat mensosialisasikan proyek desa wisata yang tengah dibangun oleh Pokdarwis. Salah satu kendala yang ia ungkapkan yakni merubah persepsi negatif masyarakat terhadap turis asing yang datang ke desa.
"Kami jelaskan kenapa tamu manca negara suka pakai celana pendek, meski itu tidak cocok dengan kebudayaan kita, tapi kita coba pahami karena mereka itu kekurangan matahari maka di sini mereka membutuhkan energi matahari, jadi mereka di sini mengenakan celana pendek, seperti itu," jelasnya.
Selain itu, Pokdarwis juga selalu memberikan penjelasan kepada para wisman agar berpakaian sedikit lebih tertutup untuk menghormati para warga Desa Kembang Kuning. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa homestay-homestay yang ada di wilayah Desa Kembang Kuning juga harus syariah, artinya tidak menerima kunjungan 'short time'.
"Kalo short time itu kan identik dengan yang tidak baik ya, jadi kami tidak menerima yang short time seperti itu, kalau wisatawan domestik harus tunjukkan buku nikah, tapi kalau wisatawan manca negara kami pahami kalau mereka berbeda budaya dan agama dengan kami. Jadi di sini itu homestay-homestay-nya syariah semua," terangnya.
Dengan perjuangannya mensosialisasikan perihal pariwisata selama 3 tahun, akhirnya Roni berhasil memberikan pemahaman dan menjalani proyek desa wisata dengan lancar. Berkat usaha dan kerja sama yang baik antara pemerintah desa, pokdarwis dan masyarakat, akhirnya Desa Kembang Kuning bisa melaju menuju desa mandiri. Pendapatan desa yang berasal dari unit kegiatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan juga dana desa bisa mencapai Rp 300-400 juta per tahun.
Roni menambahkan bahwa masih banyak ide-ide tentang kegiatan atau usaha-usaha untuk meningkatkan kepariwisataan di Desa Kembang Kuning yang menunggu untuk diwujudkan. Lantaran itu, ia berharap akan ada kucuran lebih dari dana desa dan juga semangat masyarakat untuk terus berinovasi dalam pengembangan desa.
"Kami masih memiliki banyak ide yang belum terealisasikan, dana seperti tanaman bunga, kemudian ada ide juga untuk membuat organik park jadi sayuran yang menggunakan organik dan itu harus membutuhkan dana yang besar," pungkasnya.
Ikuti terus berita-berita tentang kabar desa dari desa-desa di seluruh Indonesia. Informasi lainnya dari Kemendes PDTT bisa dilihat di sini.
(ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini