"Saya menunggu penjelasan apa yang dimaksud dengan amandemen menyeluruh itu, apakah kembali ke UUD 1945 sebelum perubahan atau mengubah sebagian besar pasal yang ada dalam UUD 1945 setelah perubahan sehingga menjadi seperti konstitusi baru kembali," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada wartawan, Selasa (15/10/2019).
Bila ujung-ujungnya adalah kembali kepada naskah asli UUD 1945, maka pihak-pihak tersebut bisa disebut sebagai penumpang gelap amandeman. Bayu mengingatkan esensi reformasi yaitu melakukan amandemen UUD 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terminologi amandemen menyeluruh jika yang dimaksudkan adalah ganti konstitusi atau kembali ke UUD 1945 sebelum perubahan juga tidak memungkinkan. Sebab Pasal 37 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 telah menyatakan dengan jelas bahwa setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
"Pasal 37 ayat (2) ini jelas menunjukkan bahwa perubahan hanya bisa dilakukan terhadap pasal-pasal dan bukan untuk mengganti naskah konstitusi secara keseluruhan," cetus Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitiusi (Puskapsi) Universitas Jember itu.
Sebagaimana diketahui, naskah asli UUD 1945 menyebutkan Presiden dipilih MPR. Jabatan Presiden tidak ada batasannya. Hal itu kemudian dimanfaatkan oleh rezim Soeharto untuk bisa dipilih MPR hingga 7 kali.
Selain itu, tidak ada lembaga yudikatif yang bisa mengontrol produk DPR. Sehingga UU seburuk apapun, tidak bisa dinilai oleh lain, apakah benar atau salah.
Tonton juga video Ada Apa Dibalik Amandemen UUD 45 dan GBHN?:
(asp/gbr)