Jakarta - Kabar dari Istana perihal
Perppu KPK tidak jelas ujung pangkalnya. Sedangkan
UU KPK baru tinggal hitungan hari sebelum akhirnya berlaku.
Dalam catatan KPK setidaknya ada 26 poin dalam UU baru yang akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Salah satu persoalan UU baru itu disebut KPK akan berpengaruh pula pada operasi tangkap tangan (
OTT), senjata KPK yang selama ini berhasil menangkap koruptor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlepas dari itu
OTT KPK selama ini kerap menjadi pro-kontra. Dari sisi mereka yang terjerat, protes kerap disampaikan lantaran merasa tidak menerima uang langsung saat ditangkap. Namun rupanya tak jarang pula yang bergembira bila ada OTT KPK. Siapa mereka?
OTT terakhir yang dilakukan KPK pada 6 Oktober 2019 berhasil menjerat Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara, karena diduga menerima suap. Saat itu warga yang berkumpul di sekitar rumah dinas bupati meneriakkan dukungan ke KPK.
"Hidup KPK, KPK, KPK!" teriak warga.
Esoknya dikabarkan sekumpulan warga memotong kambing sebagai bentuk syukur atas OTT KPK di halaman kantor Pemkab Lampung Utara. Bila melihat respons warga serta penjelasan dari KPK tentang OTT itu, boleh jadi rasa syukur itu disampaikan karena perbuatan haram itu sudah sejak lama dilakukan si bupati.
Pada jumpa pers, Senin (7/10), Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyebut 'permainan' Agung dilakukan sejak awal menjabat yaitu pada 2014. Agung diduga KPK mengatur para kepala dinasnya untuk menyiapkan setoran dari proyek-proyek yang dikerjakan.
"Sejak tahun 2014, sebelum SYH (Syahbuddin) menjadi Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, AIM (Agung Ilmu Mangkunegara) yang baru menjabat, memberi syarat, jika SYH ingin menjadi Kadis PUPR, maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR," ujar Basaria saat itu.
Wujud rasa syukur publik itu sebenarnya bukan hanya kali ini saja. Dari catatan detikcom setidaknya ada beberapa momen ketika warga menyambut OTT yang dilakukan KPK di daerahnya. Seperti apa?
Pada tahun 2017 tepatnya di bulan Agustus ketika KPK menjerat Siti Masitha dalam
OTT, warga Tegal bersukaria. Siti yang lebih karib disapa Bunda Sitha itu dijerat KPK lantaran diduga menerima suap terkait pengelolaan jasa kesehatan dalam jabatannya sebagai Wali Kota Tegal.
Saat itu puluhan warga Tegal menggelar syukuran potong tumpeng di depan Gerbang Balai Kota Tegal. Seorang di antaranya atas nama Khaerul Huda mengaku sebagai PNS nonjob mengungkapkan maksud dari syukuran itu.
"Meski sebenarnya tidak pas, masa pemimpinnya ditangkap kok malah menggelar syukuran. Namun ini membuktikan selama memimpin, Wali Kota tidak bisa menjalankan pemerintahan," ujar Khaerul Huda saat itu.
Bahkan ada pula puluhan PNS yang melakukan cukur gundul sebagai ungkapan rasa gembira atas penangkapan Bunda Sitha. Mereka melakukan aksinya itu di depan rumah dinas wali kota. Ada pula warga yang membentangkan spanduk bertuliskan 'Keadilan untuk Rakyat Kota Tegal' di teras rumah dinas Wali Kota Tegal. Mereka menyampaikan dukungan atas tindakan tangkap tangan oleh KPK.
Setali tiga uang, warga Nganjuk bersuka ketika pemimpin daerahnya, Taufiqurrahman, dijerat KPK terkait jual-beli jabatan. Pada Oktober 2017, warga Nganjuk menggelar syukuran tumpeng dan juga mencukur gundul rambut. Warga berkumpul membawa nasi tumpeng lengkap dengan lauknya di alun-alun Kabupaten Nganjuk.
Namun yang fenomenal mungkin saat
KPK menangkap Irvan Rivano Muchtar pada Rabu 12 Desember 2018. Saat itu Irvan merupakan Bupati Cianjur aktif yang diduga menerima duit suap berkaitan dengan anggaran pendidikan.
Dua hari setelah OTT itu, warga Cianjur berbondong-bondong ke area alun-alun kabupaten tersebut. Mereka merayakan OTT yang menjaring Irvan tersebut.
Warga berkumpul di alun-alun yang masih dalam proses pembangunan tersebut. Mereka meneriakkan 'hidup KPK'. Warga berkumpul sambil pesta nasi liwet untuk merayakan penangkapan Irvan. Terlihat serombongan emak-emak menggelar daun pisang dan mengeluarkan panci berisi nasi liwet.
 Potret warga Cianjur saat merayakan OTT KPK terhadap kepala daerahnya (Foto: Syahdan Alamsyah/detikcom) |
Melihat hal ini KPK melalui Kabiro Humasnya, Febri Diansyah, menyampaikan bila fenomena itu menunjukkan korban sesungguhnya dari korupsi adalah masyarakat. Cara-cara publik itu disebut Febri sebagai pengingat bagi KPK untuk teguh memberantas korupsi.
"Kami memang melihat fenomena tersebut terjadi di beberapa daerah.
KPK memahami hal itu karena memang masyarakatlah yang menjadi korban korupsi yang sesungguhnya. Uang yang seharusnya dinikmati masyarakat dari fasilitas publik yang dibuat tidak bisa didapatkan secara maksimal atau malah di beberapa daerah, mau jadi PNS diminta uang, mengurus pelayanan publik pun demikian, hingga dalam pengisian jabatan," kata Febri kepada wartawan, Senin (14/10/2019).
"Kondisi-kondisi tersebut juga menjadi pengingat bagi kami agar tetap bekerja sebaik-baiknya. Meskipun seringkali kebutuhan penegakan hukum membuat kami harus tetap hati-hati dan cermat dalam pengumpulan bukti. Karena itu kadang butuh waktu dalam melakukan penyelidikan. Tapi begitu buktinya kuat, KPK akan jalan," imbuh Febri.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini