Di persidangan Alim mengaku pertemuan pertamanya dengan Sudikerta terjadi di tahun 2013. Kala itu dia memang mencari tanah untuk membangun hotel.
"Saya memang mencari tanah untuk bangun hotel," kata Alim saat bersaksi di PN Denpasar, Jl PB Sudirman, Denpasar, Bali, Kamis (10/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alim mengaku pihaknya dan Sudikerta lalu sepakat untuk kerja sama mendirikan hotel di tanah tersebut. Alim mengaku tidak dijelaskan mengenai asal-usul tanah tersebut.
"Itu katanya bisa dibangun, izin juga katanya diberikan dia sebagai wabup. Bisa izin diberikan, bisa dibangun," tuturnya.
Alim menyebut pihaknya menyepakati tanah tersebut dibeli senilai Rp 149 miliar lebih. Dia membayar sebagian mengggunakan uang pribadinya dan pinjaman dari bank.
"Rp 6,5 juta (per meter) dikalikan 41 ribu m2 sekian, saya lupa (totalnya). Sebagian uang saya, sebagian uang bank, bank sudah saya lunasi, yang melunasi saya, di Bank Panin," jelasnya.
Setelah pembayaran diselesaikan belakangan rencana pembangunan hotel tak kunjung direalisasikan. Alim mengaku hanya mendapat janji-janji kosong.
"Ya kalau tidak bisa serahkan sertifikatnya ya kembalikan uangnya, dijanjikan saja. Ya satu bulan," tutur Alim.
Selain tak bisa mendirikan bangunan hotel, belakangan Alim tahu jika sertifikat kedua obyek tanah tersebut ganda. Namun, dia tak terlalu mengikuti proses tersebut karena diwakilkan oleh asistennya.
"Kalau yang meriksa BPN bukan saya, itu Sugiharto, sama Hendri Kaunang. Setelah di kepolisian saya baru tahu (sertifikatnya ganda)," ujarnya. (ams/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini