Mardelina sebelumnya bertugas sebagai analis di puskesmas di Wamena. Begitu kerusuhan terjadi, dia panik. Selama 15 tahun tinggal di sana, tak pernah seperti itu. Api membakar semuanya.
Dia membawa apa yang ada, lalu menyelamatkan bersama keempat anaknya. Sementara sang suami tak bisa ikut karena bertugas sebagai bintara di Polres Jaya Wijaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya analis, Pak. Di puskesmas. Kalau bisa, saya berharap tugas di sini saja. Tak mau kembali ke Wamena. Trauma di sana," kata Mardelina, yang kampung halamannya berada di Tiga Balata, Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun.
Terkait dengan permintaan ini, Edy akan meminta stafnya untuk melakukan pendataan. Dia juga berjanji berupaya terkait pemindahan sang suami agar keluarga Mardelina bisa berkumpul kembali.
"Pastikan mau tinggal di mana. Nanti laporkan. Kita upayakan agar bisa berkumpul semua," ujar Edy.
Kepada wartawan, Mardelina menyatakan rasa trauma itu terutama karena menyaksikan langsung kerusuhan dan pembakaran.
"Pembakaran itu saya lihat langsung, karena memang di di depan puskesmas kejadiannya. Mulai dari mereka siram bensin. Api kecil, api besar, sampai hangus saya lihat itu," katanya.
Dia menyatakan tak mungkin kembali ke Wamena. Kini dia berharap ada peluang memulai hidup baru, sembari berharap sang suami bisa pindah ke Sumut.
Halaman 3 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini