Muhtar Ependy Didakwa Kasus Suap dan Cuci Uang Puluhan Miliar

Muhtar Ependy Didakwa Kasus Suap dan Cuci Uang Puluhan Miliar

Zunita Putri - detikNews
Senin, 07 Okt 2019 20:01 WIB
Sidang Muhtar Ependy di Pengadilan Tipikor/Foto: Zunita Amalia Putri-detikcom
Jakarta -

Muhtar Ependy didakwa jaksa KPK menerima uang suap dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada. Jaksa menyebut Muhtar juga sebagai perantara suap antara Budi-Romi dengan mantan Ketua MK Akil Mochtar.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji berupa uang sejumlah Rp 16,427 miliar dan uang sejunlah USD 316.700 dari Romi Herton atas Keberatan hasil Pilkada di Palembang," kata jaksa KPK Iskandar Marwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).

"Serta uang Rp 10 miliar dan uang USD 500 ribu dari Budi Antoni Aljufri, terkait permohonan keberatan atas permohonan keberatan pilkada Empat Lawang," imbuh jaksa.

Jaksa juga menduga perbuatan Ependy ini untuk mempengaruhi putusan perkara yang diajukan Budi dan Romi di Mahkamah Konstitusi (MK). Jaksa menyebut Ependy bekerjasama dengan Akil Mochtar selaku hakim MK dalam perkara ini.

"Padahal diketahui, patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadil, yaitu diketahui atau patut diduga bahwa uang tersebut diberikan Romi dan Budi kepada M Akil Mochtar melalui terdakwa untuk pengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada yang diadili oleh Akil Mochtar," kata jaksa Iskandar.

Kasus ini bermula saat Romi mengajukan permohonan kebertan atas perolehan suaranya di Palembang dengan dibantu oleh Ependy. Saat mengajukan permohonan sengketa itu, baik Ependy dan Akil sudah saling berkomunikasi, ketika menjelang putusan sengketa Akil melalui Ependy meminta uang Rp 20 miliar kepada Romi.

Romi pun menyanggupi uang Rp 20 miliar itu dengan memberikan secara bertahap dengan menggunakan uang rupiah dan juga mata uang asing. Usai disanggupi, Akil pun memutus perkara itu dengan memenangkan Romi, yaitu menetapkan Romi sebagai pemenag di Pilkada Palembang.

"Setelah putusan MK, terdakwa menemui Romi meminta uang yang sudah dijanjikan Romi sejumlah Rp 2,5 miliar dan digunakan untuk keperluan terdakwa," kata jaksa.

Tak hanya menjadi perantara suap antara Romi dengan Akil, Ependy juga menjadi perantara antara Budi dengan Akil. Budi yang juga mengajukan keberatan permohonan di MK juga memberikan uang sebesar Rp 10 miliar dan USD 500 ribu kepada Akil melalui Ependy.

Singkat cerita, uang itu disanggupi Budi, dan Akil memutuskan Budi sebagai pemenang di Pilkada Empat Lawang dengan suara 63.027 suara.

"Bahwa penerimaan uang oleh terdakwa bersama-sama dengan M Akil Mochtar yang keseluruhan berjumlah Rp 16,427 miliar dan USD 316.700 dari Romi Herton, serta penerimaan uang sejumlah Rp 10 miliar dan USD 500 ribu dari Budi Antoni. Diketahui patut diduga uang itu diberikan untuk memengaruhi putusan permohonan perkara Pilkada di MK periode 2013-2018," kata jaksa.


Muhtar Ependy Juga Didakwa Lakukan Pencucian Uang

Selain menjadi perantara suap Muhtar Ependy juga didakwa melakukan pencucian uang. Pencucian uang itu bertujuan untuk menyamarkan hasil korupsi yang dilakukannya bersama Akil Mochtar.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," jelas jaksa Iskandar.

Ependy melakukan pencucian uang itu dengan cara menitipkan uang sekitar Rp 21,42 miliar dan 816.700 dollar AS kepada seorang bernama Iwan Sutaryadi, menempatkan uang sebesar Rp 4 miliar di rekening BPD Kalbar Cabang Jakarta, mentransfer uang Rp 3,86 miliar dari rekening di BPD Kalbar ke rekening BNI Cabang Pontianak atas nama CV Ratu Samagat.

Kemudian, menempatkan uang keseluruhan berjumlah sebesar Rp 11.093.200.000 di rekening BPD Kalbar, Rp 1,5 miliar di rekening BCA atas nama Lia Tri Tirtasari, Rp 500 juta di rekening Bank Panin atas nama PT Promic International dan uang Rp 500 juta di rekening BCA atas nama Muhtar Ependy.

Selanjutnya, mentransfer uang berjumlah Rp 7,38 miliar ke sekitar 8 rekening orang yang berbeda-beda, kemudian membelanjakan atau membayarkan bahan baju hyget 5 pcs dengan harga Rp 500 juta, membeli kain bendera dengan harga Rp 500 juta, membeli 25 unit mobil dan 31 unit motor dengan harga keseluruhan sekitar Rp 5.326.150.000

Selain itu, Ependy juga membeli sejumlah tanah yang luas dan lokasinya berbeda-beda, yaitu tanah seluas 12.622 m2 di Desa Sedau, Kabupaten Bengkayang senilai Rp 1,2 miliar, tanah 600 m2 di Desa Waluran, Jawa Barat senilai Rp 50 juta, tanah di Kelurahan Serdang, Jakarta Pusat senilai Rp 1,35 miliar, tanah 543 m2 di Kelurahan Cempaka Putih, Jakarta Pusat senilai Rp 3,5 miliar serta tanah 763 m2 di Desa Karangduwur, Jawa Tengah senilai Rp 217 juta.

Serta memberikan piutang senilai Rp 1 miliar ke PT Intermedia Networks."Yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," kata jaksa.

Menurut jaksa, sumber dana pencucian uang berasal dari suap yang diterimanya bersama Akil Mochtar saat menerima suap dari Romi Herton dan Budi Antonu Aljufri.

"Perbuatan terdakwa menitipkan, menempatkan, mentransfer, membelanjakan, atau membayarkan dan perbuatan lain atas harta kekauaan yang diketahuinya patut diduga bersama-sama dengan Akil Mochtar yang diterima dari Romi dan Budi," kata jaksa.

"Perbuatan terdakwa bertujuan untuk menyembunyikan, menyamarkan asal usul harta kekayaannya tersebut," sambunh jaksa Iskandar.

Diketahui, saat ini Ependy sedang menjalani hukuman terkait keterangan palsu yang diberikannya saat persidangan Akil. Ependy dinyatakan hakim bersalah dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan pada tahun 2015 silam.

Sementara, Akil Mochtar divonis seumur hidup dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa Pilkada di MK dan tindak pidana pencucian uang.

Atas kasus ini, Ependy didakwa melanggar Pasal 12 huruf c dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Halaman 2 dari 2
(zap/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads