Pagi di hari kerusuhan itu, ia baru saja keluar dari rumah dan akan berangkat kerja. Namun tiba-tiba ada terlihat tawuran pelajar dan diikuti rentetan kerusuhan. Ia memperkirakan kerusuhan terjadi sekitar pukul 09.00 WIT sampai 15.00 WIT.
"Saya kira efeknya tidak lama, tawuran pelajar biasa, tapi ternyata ada banyak bakar-bakaran di wilayah tersebut," kata Muntaal kepada wartawan di Kawasan Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Jl Syekh Nawawi Al Bantani, Serang, Senin (7/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena terjadi pembakaran tersebut, ia kemudian mengungsi ke Kodim 17/02 Jayawijaya. Lokasi tempatnya tinggal kebetulan tidak jauh dari markas kodim. Yang mengungsi akibat kerusuhan bukan hanya pendatang, tapi juga orang lokal dari Papua.
"Langsung ngungsi, langsung menyelamatkan diri, saya nggak lihat pembakarannya karena takut," paparnya.
Di markas kodim itu, ia tinggal selama enam hari bersama warga lain. Pengungsi lain ada di gereja dan kantor polisi.
Setelah enam hari, ia kemudian mendapat giliran dievakuasi ke Jayapura menggunakan pesawat Hercules. Waktu itu, katanya, evakuasi diprioritaskan untuk perempuan dan anak-anak.
Saat ditanya apakah ia akan kembali ke Wamena, Muntaal mengaku akan menunggu sampai kondisi di Wamena aman dan kondusif. Ia menjadi satu di antara 30 orang Banten yang kembali ke kampung halaman pascakerusuhan.
"Ya lihat dulu situasinya kalau sudah kondusif," ujarnya.
Halaman 2 dari 2