"Titik tolaknya adalah 17 Oktober sebab itu satu bulan sesudah 17 September di mana disepakati DPR dan pemerintah UU KPK direvisi. Walaupun Presiden Jokowi tidak tanda tangan UU yang disepakati tadi itu bisa tetap sah berlaku. Oleh karena itu, memang pilihan yang baik bagi Pak Jokowi adalah menunggu tanggal 17 Oktober 2019, dengan demikian penerbitan Perppu KPK bisa dilakukan setelah 17 Oktober. Nah, sesudah itu kapan? Ada dua, bisa sebelum dan sesudah pelantikan presiden," kata Syamsuddin Haris di Hotel Erian, Jl Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).
Menurut Syamsuddin, lebih baik Jokowi menerbitkan Perppu KPK itu setelah pelantikan presiden terpilih dan sebelum menetapkan kabinet. Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih akan dilakukan pada 20 Oktober mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, bila penerbitan Perppu dilakukan Jokowi setelah pelantikan presiden dan sebelum penetapan kabinet, akan ada sejumlah keuntungan. Keuntungan tersebut dari legitimasi yang lebih kuat hingga tawar-menawar untuk parpol dalam penyusunan kabinet.
"Pertama, untuk mengamankan pelantikan presiden. Kedua, apabila perppu dilakukan setelah pelantikan Pak Jokowi, legitimasinya lebih kuat karena presiden dapat mandat politik baru. Kenapa sebelum pembentukan kabinet? Karena presiden punya bargaining position yang kuat menghadapi partai politik," tuturnya.
Untuk itu, Syamsuddin meminta publik bersabar. Dia mengaku optimistis Jokowi akan mengeluarkan Perppu KPK tersebut.
"Saya ingin optimis bahwa presiden nanti bisa menerbitkan perppu setelah pelantikan dan sebelum penyusunan kabinet. Entah itu, mau menunda atau membatalkan sebagian (UU KPK) itu tentu pilihan. Maksimal membatalkan semuanya, minimum menunda implementasinya untuk ada waktu publik dilibatkan," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2