Koalisi Save KPK Dorong Jokowi Segera Terbitkan Perppu KPK!

Koalisi Save KPK Dorong Jokowi Segera Terbitkan Perppu KPK!

Haris Fadhil - detikNews
Minggu, 06 Okt 2019 16:44 WIB
Foto: Ari Saputra/detikcom
Jakarta - Gelombang dukungan agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU KPK yang baru terus bermunculan. Jika tak menerbitkan Perppu, Jokowi dianggap membiarkan korupsi kian massif.

Koalisi Save KPK yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), serta Pusat Studi Kontitusi Universitas Andalas (Pusako Andalas) mendorong Presiden Jokowi segera menerbitkan Perppu yang membatalkan UU KPK baru. Menurut Koalisi Save KPK, ada tiga alasan UU KPK baru perlu dibatalkan.

"Pertama, bermasalah secara formil. Sebab, UU Revisi UU KPK pada dasarnya tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2019. Selain itu, dalam proses pembahasannya tidak melaksanakan tahapan penyebarluasan dokumen terkait, termasuk draft RUU yang merupakan amanat dari Pasal 88 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," demikian pernyataan Koalisi Save KPK kepada wartawan, Minggu (6/10/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Hal penting lainnya adalah proses pembentukan yang menihilkan partisipasi masyarakat yang diamanatkan Pasal 96 ayat (1) UU 12/2011. Tak hanya itu, Rapat Paripurna DPR yang mengagendakan pengesahan pun diyakini tidak memenuhi kuorum peserta. Oleh karena itu, kata Koalisi Save KPK, pengesahan revisi UU KPK dilakukan secara dipaksakan karena aspek formilnya yang bermasalah.

"Kedua, bermasalah secara substansi. Penting untuk diketahui publik bahwa hampir keseluruhan pasal yang telah disepakati telah dirancang jauh-jauh hari oleh pembentuk UU. Dalam catatan ICW setidaknya isu revisi UU KPK telah mulai bergulir sejak 2010. Namun, karena terjadi penolakan oleh masyarakat sehingga isu ini pun redup dengan sendirinya," demikian bunyi pernyataan itu selanjutnya.

Anomali pun terjadi. Di saat penolakan terhadap UU KPK semakin luas, justru DPR dan pemerintah bersikukuh mengesahkan pasal-pasal bermasalah. Mulai dari pembentukan Dewan Pengawas, pemberian izin pro justitia pada Dewan Pengawas, kewenangan KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sampai pada mencabut status penyidik dan penuntut pada pimpinan KPK.

"Ketiga, KPK secara institusi tidak dilibatkan dalam proses pembahasan. Harusnya ini dipahami oleh DPR dan pemerintah, KPK adalah lembaga yang menjalankan UU tersebut di masa mendatang, lalu kenapa tidak dilibatkan? Sehingga narasi penguatan yang selama ini digaungkan oleh DPR dan pemerintah akan runtuh karena KPK tidak pernah diberikan ruang untuk terlibat lebih jauh dalam pembahasan," bunyi lanjutan pernyataan itu.


Koalisi Save KPK menegaskan Perppu pada dasarnya merupakan kewenangan konstitusional dari Presiden. Hal itu diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 yang menegaskan bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Jadi, seharusnya tidak ada pihak-pihak yang menyebutkan bahwa penerbitan Perppu melanggar hukum, apalagi disertai dengan ancaman untuk memakzulkan Presiden.

Penerbitan Perppu untuk mengatasi permasalahan hukum pasca disahkannya UU Revisi UU KPK, menurut Koalisi Save KPK, telah memenuhi syarat objektif yang diatur dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Putusan itu menyebutkan bahwa ada tiga syarat, yaitu pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Kalaupun undang-undang tersebut ada, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu cukup lama. Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin.

"Poin syarat penerbitan Perppu sudah terpenuhi, UU KPK yang baru jika dibiarkan maka dengan sendirinya Presiden akan membiarkan kejahatan korupsi semakin massif terjadi di Indonesia. Pada kesempatan ini Presiden juga harus membuktikan janji yang sempat diucapkan dan dituangkan dalam Nawacita dan saat berkampanye beberapa waktu lalu. Joko Widodo kala itu berjanji jika kelak terpilih menjadi Presiden akan memperkuat KPK dan menegaskan keberpihakan pada isu anti korupsi. Namun, melihat perkembangan situasi seperti ini rasanya janji itu jauh dari realisasi," pernyataan Koalisi Save KPK.

"Maka dari itu, kami, Koalisi Save KPK, menuntut agar: 1. Jajaran pemerintah mendukung langkah Presiden untuk menerbitkan Perppu yang membatalkan UU Revisi UU KPK dan kembali memberlakukan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 2. Presiden segera menerbitkan Perppu tersebut," pungkas Koalisi Save KPK. (tor/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads