Ada Salah Ketik di UU KPK Baru, PSHK: Harus Dibahas Ulang DPR-Pemerintah

Ada Salah Ketik di UU KPK Baru, PSHK: Harus Dibahas Ulang DPR-Pemerintah

Ibnu Hariyanto - detikNews
Minggu, 06 Okt 2019 14:40 WIB
Jumpa pers di LBH Jakarta soal Perppu UU KPK/Foto: Ibnu Haryanto/detikcom
Jakarta - Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi menilai dokumen RUU KPK yang dikembalikan Presiden Joko Widodo bukan hanya persoalan salah ketik, melainkan masalah subtansi. Karena itu, ia berpendapat harus dilakukan pembahasan ulang secara menyeluruh.

"Jadi ketika ada draf yang dikembalikan dan angka yang diubah, saya pikir ini bukan masalah salah ketik. Ini ada pembahasan atau persetujuan yang kemudian harusnya terjadi pembahasan ulang, karena tidak sesuai dengan kesepakatan yang sudah dilalui," kata Fajri saat konferensi pers di LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).


Sebab, menurutnya, dalam proses pembahasan UU itu pasti dilakukan dengan sangat detail mulai dari kalimat hingga tanda baca. Karena itu, Fajri menilai tidak tepat jika UU KPK itu hanya disebut salah ketik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya pikir istilah itu tidak tepat. Kenapa? Itu bukan salah ketik, proses ketika pembahasan bersama, itu sudah sangat detail, bukan hanya substansi tapi juga draf, titik koma disetujui. Ini pertanyaannya ada apa?" ujarnya.

"Ketika dikatakan salah ketik, lalu apa maknanya di DIM-nya pemerintah itu memang diusulkan bahwa pimpinan KPK harus berusia minimal 50 tahun. Jadi bukan satu hal yang baru, bukan teknis administrasi tapi ini sebuah substansi yang berubah," imbuh Fajri.

Fajri berpendapat harus ada pembahasan ulang antara pemerintah dan DPR untuk membahas kesalahan tersebut. Sebab, ia menilai kesalahan tersebut sudah menyangkut masalah subtansi.

"Perlu dipahami bahwa di konstitusi UU itu akan sah jika persetujuan bersama pemerintah dan DPR. Tapi ketika ada satu saja substansi yang kemudian berubah itu, pertanyaannya apakah ini bagian dari persetujuan kemarin, saya rasa tidak. Konsekuensinya ketika menyetujui hal yang terkait revisi, saya pikir proses nya harus berulang dari awal, rapat awal lagi bahkan sampai pembahasan bersama," tuturnya.


UU KPK yang baru sebelumnya sudah disetor ke Istana. Namun Jokowi belum meneken UU itu karena masih ada salah penulisan atau typo.

Dilihat detikcom, Kamis (3/10), kesalahan penulisan itu salah satunya ditemukan di Pasal 29. Pimpinan KPK ditulis harus memenuhi persyaratan paling rendah 50 tahun (tertulis dalam angka). Namun angka dan keterangan di dalam kurung tidak ditulis sama. Keterangan dalam bentuk tulisan menyebutkan 'empat puluh'.
Halaman 2 dari 2
(ibh/tsa)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads