Likok Pulo merupakan tarian massal yang biasa dibawakan oleh 10 hingga 12 penari dalam setiap dipentaskan. Sesuai dengan namanya, Likok berarti gerakan dan pulo adalah pulau, seringkali disebut sebagai tari pesisir.
Menurut Nur Mairi (50) Pelatih Sanggar Gubernur, Tarian Likok Pulo kini sedang berkembang di Aceh Besar. Banyak warga desa setempat yang kembali mengenal tarian ini dan mencoba melestarikannya kepada generasi muda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syekhbi sendiri merupakan penduduk asli Pulo Aceh atau Pulau Beras (Breuh) yakni sebuah pulau di ujung pelosok utara Pulau Sumatera yang berada di daerah Aceh Besar. Menurutnya, posisi para penari Likok Pulo ini duduk sejajar seperti shaf dalam sholat.
"Setiap gerakannya berisi nasihat-nasihat yang di sampaikan melalui syair oleh syekh (penari utama)," katanya.
Tarian ini juga disertai dengan pemukulan rapa'i atau alat musik untuk mengatur gerakan tari. Para penari juga dilengkapi dengan properti bambu (Boh Likok). Syekhbi menilai potensi tarian ini memang sangat besar hingga mampu di kenalnya ke mancanegara.
Melihat potensi yang besar itu, Sanggar Bungong Seulanga yang berada di Desa Lamkeuneung Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar mencoba kembali melestarikannya kepada putra-purti daerah setempat agar bisa terus dikenal dan memberikan manfaat.
![]() |
"Sanggar kami sebelumnya didirikan pada tahun 1993, sempat vakum kemudian di tahun 2016 di bulan 10 saya mengaktifkan kembali dengan peserta pertama 11 orang," kata Darmayanti selaku Ketua Sanggar Bungong Seulanga
Menurutnya, banyak manfaat yang bisa didapat oleh anggotanya dengan mengikuti tari ini. Selain sebagai wujud pengabdian dalam pelestarian tari khas Aceh, anggotanya juga bisa dapat penghasilan karena adanya undangan tampil dari berbagai pihak.
"Alhamdulillah kita sudah sering tampil, seperti pada saat pembukaan batik khas Aceh songket, terus kemarin festival di taman budaya," katanya.
"Penghasilannya juga sudah cukup menggaji daripada pengurus, ya buat jajan-jajan, kalau biasanya tampil tampil di luar itu maksimalnya bisa sampai Rp 1,5 juta," sebutnya.
Dia menilai berkat dorongan dana desa yang terus membantu sanggarnya memenuhi segala kebutuhan. Sanggar Bungong Seulanga sedikit demi sedikit bangkit kembali menjadi wadah ekspresi bagi anak-anak Lamkeuneung.
"Alhamdulillah keuchik (Kepala Desa) kami bapak Amiruddin sudah memberi dukungan yang sangat besar kepada sanggar Bungong Selanga yang juga di bawah naungan pemuda gampong (desa)," terangnya
"Kami mendapat dukungan dana pertama setelah pemilihan keuchik baru di tahun 2017 itu Rp 11 juta sekian untuk sanggar Bungong Seulanga. Pada 2018 kami menerima dana Rp 22 juta. Terakhir 2019 ini kami menerima anggaran Rp 17,6 juta," ungkapnya.
Anggaran yang dialokasikan tersebut, difokuskannya untuk memenuhi berbagai perlengkapan seni tari dalam menunjang pentasnya. Selain itu, tak lupa digunakan untuk menghadirkan fasilitas alat musik seperti rapai geleng, serune kale serta alat rapai musik. Hingga pada 2019, dana desa juga difokuskan untuk pembiayaan anak-anak latihan.
Untuk mengetahui informasi lebih lanjut dari Kemendes PDTT silahkan klik di sini.
(prf/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini