"Ya, kalau memang buah simalakama, ya memang terserah Presiden, mau menghadapi risiko yang mana. Gitu, kan? Kan mengeluarkan (Perppu) ada risiko, tidak mengeluarkan ada risiko, jadi ya terserah Presiden saja. Kita harus hormati Presiden," kata Mahfud kepada wartawan, Sabtu (5/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden itu kan pemegang kekuasaan yang sah secara konstitusional. Nah, pemegang sah konstitusional itu artinya punya hak melakukan sesuatu yang sifatnya buah simalakama itu untuk kemudian ditaati semua pihak," terangnya.
"Jadi intinya terserah Presiden saja, jangan terlalu didorong ke sebuah sudut yang sulit, karena kita sebagai bangsa sudah memilih presiden. Kalau menghadapi buah simalakama, ya biar diputuskan sendiri, mau diambil yang mana," tambahnya.
Sebelumnya, Moeldoko mengatakan pemerintah tidak bisa memuaskan semua pihak terkait permintaan Perppu KPK. Moeldoko menganalogikannya dengan peribahasa buah simalakama.
"Semua harus dipikirkan, semua harus didengarkan, mesti ada. Semua warga negara juga bijak gitu di dalam menyikapi semua keputusan. Karena keputusan itu seperti simalakama, nggak dimakan bawa mati, dimakan ikut mati, kan begitu," kata Moeldoko saat ditanya tuntutan deadline Perppu KPK di kompleks Istana Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (4/10).
Pernyataan Moeldoko ini juga mendapat sejumlah respons dari para pengamat hukum, salah satunya Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari. Feri mempertanyakan maksud dan tujuan Moeldoko menganalogikan Perppu KPK dengan buah simalakama.
"Jadi buah simalakama di mana? Jangan-jangan, saya khawatir Presiden sendiri berkeinginan untuk revisi ini jalan, sehingga kemudian membangun seolah-olah dia yang menderita," ujar Feri saat dihubungi.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini