Fakta-fakta Buzzer di RI Berdasarkan Riset Oxford

Round-Up

Fakta-fakta Buzzer di RI Berdasarkan Riset Oxford

Danu Damarjati - detikNews
Sabtu, 05 Okt 2019 07:55 WIB
Ilustrasi (GettyImages)
Jakarta - Melalui riset dari Universitas Oxford, fakta-fakta seputar buzzer politik di Indonesia tersorot. Berikut adalah tilikan periset dari Inggris soal buzzer atau 'pasukan siber' di negara ini.

Riset dari Universitas Oxford ini sebenarnya tidak secara khusus memotret buzzer di Indonesia, melainkan buzzer di Indonesia hanya salah satu dari 70 negara yang menjadi objek amatan. Namun mereka sama saja, peneliti menyebut mereka bermaksud membentuk opini lewat manipulasi media sosial internet.



"Aktivitas pasukan siber pada banyak bentuk organisasi dan beragam aktor memengaruhi media sosial untuk membentuk opini publik, mengatur agenda politik, dan menyebarkan gagasan," tulis penelitian itu, dilansir dari situs resmi Oxford Internet Institute, Jumat (4/10/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penelitian itu bertajuk 'The Global Disinformation Order: 2019 Global Information of Organized Social Media Manipulation' atau 'Orde Disinformasi Global: Informasi Global tentang Manipulasi Media Sosial Terorganisir 2019'. Penelitian ini adalah karya Samantha Bradshaw dan Philip N Howard dari Universitas Oxford.



Ada 70 negara yang menjadi objek penelitian, yakni Angola, Argentina, Armenia, Australia, Austria, Azerbaijan, Bahrain, Bosnia dan Herzegovina, Brazil, Cambodia, China, Colombia, Croatia, Cuba, Czech Republic, Ecuador, Egypt, Eritrea, Ethiopia, Georgia, Germany, Greece, Honduras, Guatemala, Hungary, India, dan Indonesia.

Ada juga Iran, Israel, Italy, Kazakhstan, Kenya, Kyrgyzstan, Macedonia, Malaysia, Malta, Mexico, Moldova, Myanmar, Netherlands, Nigeria, North Korea, Pakistan, Philippines, Poland, Qatar, Russia, Rwanda, Saudi Arabia, Serbia, South Africa, South Korea, Spain, Sri Lanka, Sweden, Syria, Taiwan, Tajikistan, Thailand, Tunisia, Turkey, Ukraine, United Arab Emirates, United Kingdom, United States, Uzbekistan, Venezuela, Vietnam, and Zimbabwe.

Pasukan siber dalam penelitian ini dimaknai sebagai, "Aktor-aktor pemerintah atau parpol yang ditugasi untuk memanipulasi opini publik secara online." Buzzer politik atau 'pasukan siber' secara spesifik dimaknai sebagai 'aktor pemerintah atau parpol', bukan aktor pihak lain.

Penelitian ini punya keterbatasan. Pertama, bias (kecondongan) media. Solusinya, mereka menggunakan layanan LexisNexis dan mesin pencari yang paling baik yakni Google, Yahoo!, dan Bing. Tujuannya untuk memastikan bahwa berita yang mereka gunakan adalah berita berkualitas dengan kredibilitas yang baik pula.



Keterbatasan kedua adalah soal kendala bahasa. Untuk memperoleh berita-berita dari bahasa yang bermacam-macam, mereka bekerja sama dengan BBC.

Berikut adalah komponen penelitian tersebut, di dalamnya termuat fakta-fakta soal buzzer politik Indonesia:

Bentuk organisasi

Dalam hal bentuk organisasi, pasukan siber atau buzzer di dunia ada yang di bawah komando agensi pemerintah, politikus atau parpol, kontraktor swasta, organisasi masyarakat sipil, serta warga dan influencer. Bagaimana dengan pasukan siber atau buzzer di Indonesia?

Di Indonesia, pasukan siber atau buzzer terpantau bekerja dalam organisasi politikus dan parpol. Pasukan siber di Indonesia juga bekerja untuk kontraktor swasta. Dalam hal ini, hanya ada satu organisasi politikus dan parpol serta satu kontraktor swasta yang peneliti temukan di Indonesia. Siapa politikus dan perusahaan swasta yang dimaksud? Penelitian ini tak menyebut nama.



Untuk negara lain, bentuk organisasi dan jumlahnya berbeda-beda. Misalnya Israel, manipulasi media sosial juga ada yang dilakukan oleh organisasi pemerintah, namun jumlah organisasi pemerintahnya lebih banyak ketimbang Indonesia yakni ada lebih dari tiga. Ada juga manipulasi media sosial yang dilakukan politikus dan parpol dalam jumlah satu organisasi saja. Manipulasi medsos oleh organisasi masyarakat sipul juga ditemukan di Israel, ada lebih dari tiga organisasi.

Di Amerika Serikat, ada lebih dari tiga organisasi pemerintah dan swasta yang melakukan manipulasi medsos. Dua organisasi politikus dan parpol juga melakukannya. Di negara tetangga, Malaysia, manipuasi medsos dilakukan oleh dua organisasi dari pihak pemerintah, politikus parpol, dan swasta, serta satu organisasi sipil dan satu influencer.

Jenis Akun

Soal teknik manipulasi medsos, 87% negara menggunakan akun manusia, 80% negara menggunakan akun bot, 11% negara menggunakan akun cyborg (akun otomatis yang dikurasi manusia), dan 7% negara menggunakan akun curian atau retasan. Bagaimana dengan di Indonesia?

Di Indonesia, pasukan siber menggunakan akun bot dan akun manusia. Di Amerika Serikat, Inggris Rusia, dan Jerman misalnya, pasukan siber yang memanipulasi medsos menggunakan akun bot, akun manusia, dan akun cyborg.



Pesan dan daya tarik

Pasukan siber menggunakan pesan dan daya tarik yang bervariasi. 71% Pesan mereka menyebarkan propaganda pro-pemerntah dan pro-partai, 89% menggunakan propaganda komputasional untuk menyerang oposisi politik, dan 34% menyebarkan pesan memecah belah masyarakat.

Temuan di Indonesia, pesan pasukan siber medsos adalah pesan mendukung, pesan menyerang oposisi, dan pesan memecah belah. Yang tidak ditemukan adalah pesan pengalihan isu dan pesan menekan partisipasi publik.

Strategi komunikasi

Di Indonesia, strategi komunikasi yang digunakan buzzer adalah disinformasi dan penguatan penyebaran konten. Di luar itu, ada macam-macam strategi namun menurut penelitian ini tak ditemukan di Indonesia yakni pelaporan massal atas konten atau akun, strategi berdasarkan data, trolling, doxing, dan pelecehan.

52 dari 70 negara yang disurvei, pasukan siber secara aktif memproduksi meme, video, situs berita palsu, atau manipulasi media supaya membingungkan pembaca. Kadang mereka menargetkan kelompok masyarakat yang spesifik.

Ada 27 negara yang menggunakan troll (akun pemancing emosi) yang disponsori negara untuk menyerang oposisi dan aktivis via medsos. 47 Negara menggunakan trolling sebagai bagian dari persenjataan digital.



Senilai Rp 1 juta sampai Rp 50 juta

Kapasitas pasukan siber di Indonesia masuk dalam kasta rendah. Di sini, ada tiga kasta kapasitas pasukan siber yakni kapasitas minmal, rendah, medium, dan tinggi.

Pasukan siber atau buzzer di Indonesia berkapasitas rendah, bekerja secara temporer, kontraknya (multiple contract) berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 50 juta. Buzzer yang 'sekasta' dengan yang ada di Indonesia ada di Australia, Colombia, Ceko, Eritrea, Jerman, Honduras, Hungaria, Italia, Kenya, Makedonia, Moldova, Nigeria, Korea Utara, Polandia, Rwanda, Serbia, Afrika Selatan, Spanyol, dan Zimbabwe.

Pasukan siber dari China, Mesir, Iran, Israel, Amerika Serikat, Rusia, Arab Saudi masuk dalam kasta tertinggi. Pasukan siber di China berstatus kerja permanen dan bukan temporer seperti di Indonesia. Tim mereka diperkirakan beranggotakan 300 ribu hingga 2 juta orang yang bekerja di kantor lokal dan regional.

Di Iran, ada anggaran USD 6 ribu untuk iklan di Facebook. Di Israel, ada tim pasukan siber yang terdiri dari 400 orang, kontraknya antara USD 778 ribu dan USD 100 juta.
Halaman 2 dari 6
(dnu/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads