Sang adik, Feby (14), mengatakan pihak keluarga tahu Yadi telah tiada ketika polisi datang ke rumahnya. Pihak keluarga awalnya tak percaya Yadi meninggal dunia.
"Datang delapan orang (polisi), bilang sama Ibu, 'Nyawa anak Ibu sudah nggak bisa diselamatkan lagi sama dokter.' Terus Ibu kaget, 'Ah, nggak percaya.' Katanya suruh ke rumah sakit saja," kata Feby saat ditemui di rumahnya di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (4/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, itu nggak pakai baju kan, ditanyain sama Ibu, 'Bajunya mana.' Kata polisinya, 'Kondisinya, (baju) sudah nggak ada.' KTP-nya sudah nggak ditemuin. Nggak tahu, jatuh pas lagi demo, nggak tahu kenapa katanya," ujar Feby.
Setelah itu, pihak kepolisian menanyakan kesediaan pihak keluarga agar jenazah Yadi diautopsi. Namun pihak keluarga tidak berkenan.
Kemudian pihak kepolisian memandu keluarga untuk membuat surat pernyataan soal autopsi. Feby mengatakan surat tersebut ditulisnya dan dengan diarahkan pihak kepolisian.
"Terus kata polisinya mau diautopsi nggak? (Dijawab) Nggak usah, kan takut dibelek. Terus ke ruang administrasi kan tuh, ditanya-tanya, bikin surat pernyataan, tanda tangan, sudah. Itu didiktein sama polisinya, ditulis tangan, isinya tidak mau diautopsi, nggak mau divisum, terus dijelasin kematiannya karena asma kena gas air mata, terus tanda tangan. Saya yang nulis suratnya," bebernya.
Feby mengatakan kakaknya yang lain sempat curiga Yadi mengalami kekerasan. Dia mengatakan beberapa bagian tubuh Yadi saat di rumah sakit terlihat baik, namun terjadi pembengkakan setelah dibawa pulang.
"Pas sampai sempat keluar darah di kuping, hidung, mulut sama mata nangis darah pas akan ditutupi kain kafan. Polisi omongnya kena gas air mata doang," tambah dia.
Feby mengatakan kakaknya punya riwayat sakit asma. Namun, lanjutnya, Yadi kambuh asmanya jika kecapaian.
"Memang Abang punya asma, tapi asmanya kalau kecapekan doang, nggak sampAi keluar darah, cuma engap-engapan doang. Aku sama Ibu nanya, kenapa pada biru-biru, kata polisi karena asma dan kecapekan juga. Ibu saking paniknya iya-iya saja," ujar dia.
Setelah itu, pihak keluarga membawa jenazah Yadi pulang ke rumah neneknya di Tanah Abang, Jakarta Pusat, tanpa dikafani.
RS Polri Sebut Yadi Meninggal karena Asma
Tim Forensik RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, mengaku tidak menemukan bercak darah selama menangani jasad Maulana Suryadi. Hasil pemeriksaan RS Polri Kramat Jati menyatakan Yadi meninggal karena sesak napas.
"Saat saya terima di kamar mayat, tanda kekerasan saja tidak ada. Badannya bersih, kepala dan badan bersih. Tidak ada jejak kekerasan seperti darah," kata Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Kombes Edi Purnomo, melalui sambungan telepon kepada Antara, Kamis sore.
Pernyataan tersebut menjawab beredarnya kabar bahwa Yadi menjadi korban kekerasan peristiwa bentrokan fisik demonstran dengan aparat di kawasan Senayan, Jakarta Pusat.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan ibu kandung Yadi, Maspupah, sempat mengecek kondisi jenazah korban di RS Polri. Dia mengklaim tidak ada tanda kekerasan di tubuh korban.
"Ibu kandung melihat sendiri jenazah anaknya di RS Polri," kata Argo saat dimintai konfirmasi oleh detikcom, Kamis (3/10/2019).
"(Maspupah) melihat tidak ada tanda-tanda kekerasan apa pun," imbuhnya.
Argo mengatakan Maspupah menolak jenazah putranya diautopsi dengan menandatangani surat pernyataan. Argo juga menyampaikan korban memiliki riwayat sesak napas.
"Ibu kandung tidak mau (korban) diautopsi karena memang anaknya mempunyai riwayat sesak napas," tuturnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini