"Prinsipnya Kompolnas sangat memperhatikan masalah tersebut. Kompolnas masih menunggu hasil akhir dari penyelidikan yang dilakukan oleh Polri," kata Komisioner Kompolnas Andrea H Poeloengan saat dihubungi, Kamis (3/10/2019).
"Biar saja berproses dulu," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andrea mengatakan pihaknya juga akan melakukan klarifikasi terkait kasus ini. "Kompolnas akan melakukan klarifikasi jika pengawas internal Polri telah tuntas bekerja," tuturnya.
Enam polisi itu membawa senpi, padahal sebelumnya telah ada larangan dari Kapolri Jendral Tito Karnavian. Kompolnas menilai keenam polisi itu bisa dihukum.
"Ke depan sebaiknya jika melanggar perintah pimpinan sebaiknya selain dihukum berdasarkan Kode Etik Profesi Polri perlu diberikan larangan untuk ditugaskan yang berhubungan dalam masyarakat secara langsung," tuturnya.
Berdasarkan peraturan, Andrea mengatakan boleh membawa senpi saat pengamanan unjuk rasa (unras). Namun tergantung satuan kerja polisi tersebut dan kebijakan penanganan unras.
"Boleh. Tapi situasional tergantung dari Satker apa dia, lalu bagaimana kebijakan pada saat penganan unras tersebut. Jika dikaitkan dengan kasus Kendari, maka karena kebijakan pimpinan tidak boleh bawa senpi atau yang berpeluru karet, maka jelas dia melanggar," tuturnya.
Tim investigasi Polri sebelumnya mengungkap ada enam polisi yang membawa senpi saat demo mahasiswa di DPRD Sultra yang berujung ricuh. Keenam polisi ini diperiksa Propam Polri terkait tewasnya mahasiswa karena tertembak.
"Kami tetapkan enam anggota jadi terperiksa karena saat unras membawa senjata api," ujar Kepala Biro Provost Divisi Propam Mabes Polri, Brigjen Hendro Pandowo, Kamis (3/10).
Polisi itu membawa senjata laras pendek jenis SNW dan HS. Tim investigasi masih memeriksa keenam polisi dari Polda Sultra dan Polres Kendari. Keenam polisi itu berinisial DK, GM, MI, MA, H, dan E.
"Ini kita dalami kenapa senjata itu dibawa saat pengamanan unras, padahal sudah disampaikan Kapolri untuk tidak bawa senjata," katanya.
Halaman 2 dari 2