Sebelumnya, gerakan yang sama dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai rekor dunia dalam pelaksanaan gerakan bersih laut dan pantai serentak di 228 lokasi.
"Prestasi ini menunjukan bahwa isu pengurangan sampah plastik menjadi salah satu prioritas utama yang menjadi perhatian di dunia maritim Indonesia," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut R Agus H Purnomo dalam keterangan tertulis, Rabu (2/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut ia sampaikan usai menutup pertemuan CF yang digelar di bawah kerangka kerja sama Cooperative Mechanism terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura. Pada kesempatan tersebut, kata Agus, Indonesia menegaskan komitmennya untuk mengurangi sampah plastik.
Menurut Agus, hal ini ditunjukkan dengan keterlibatan Indonesia pada forum-forum internasional yang membahas mengenai penanggulangan dan pengurangan sampah plastik. Pada level ASEAN, Indonesia mendukung terwujudnya Deklarasi Bangkok tentang Penanggulangan Sampah Laut di Wilayah ASEAN yang diadopsi oleh negara-negara ASEAN pada Pertemuan ASEAN Summit ke-34 di Thailand pada 22 Juni 2019.
Sedangkan di tingkat global, Indonesia mengusulkan sebuah resolusi pada Pertemuan UNEA ke-4 untuk mendirikan Regional Capacity Center for Clean Seas (RC3S) di Bali. Selain itu, ikut mengusulkan kepada IMO untuk memiliki Marine Litter Action Plan.
Adapun pada pertemuan CF, kata Agus, Indonesia telah menyampaikan beberapa hal yang telah dilakukan terkait isu keselamatan navigasi pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura, perlindungan lingkungan maritim, dan kebijakan serta pandangan ke depan terkait keselamatan pelayaran. Misalnya update terkini tentang penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Lebih lanjut Agus menjelaskan telah menginformasikan kepada forum bahwa saat ini Indonesia tengah melakukan studi tentang e-Navigasi di perairan Indonesia yang terdiri dari konsep e-Navigasi dan program pengembangannya.
Menurutnya, Indonesia berharap dapat bekerja sama dengan Malaysia dan Singapura untuk mengembangkan konsep umum e-Navigasi regional di Selat Malaka dan Selat Singapura yang dapat membantu pertukaran informasi antara ketiga negara pantai.
Selain itu, forum CF juga membahas tentang isu tumpahan minyak dan bagaimana cara penanggulangannya. Terkait dengan hal tersebut, Indonesia, kata Agus, menyampaikan pandangannya bahwa negara-negara pantai harus meninjau dan memperbarui sistem pelaporan kapal pada saat kapal transit di Selat Malaka dan Selat Singapura, terutama kapal yang mengangkut minyak serta barang beracun dan berbahaya.
"Diperlukan mekanisme untuk mengkolaborasikan laporan limbah laut dengan STRAITREP dan Indonesia mengusulkan untuk membentuk sebuah Working Group pada Pertemuan TTEG ke-44 yang diselenggarakan setelah pertemuan CF ini," ucapnya.
Selain itu, pada pertemuan CF dibahas pula tentang laporan perkembangan proyek yang dilaksanakan di bawah kerangka kerja sama Cooperative Mechanism, antara lain Straits Project 1 tentang Pemindahan Kerangka Kapal pada TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura, Straits Project 2 tentang Penggantian dan Merawatan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura, Straits Project 11 tentang Pengembangan Pedoman tentang Tempat Pengungsian (PoRs) bagi kapal-kapal yang membutuhkan bantuan di Selat Malaka dan Selat Singapura, serta Straits Project 13 tentang Studi Baru untuk Keselamatan Navigasi Pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Sebagai informasi, CF adalah salah satu pilar dari Cooperative Mechanism yang membahas tentang Keselamatan Pelayaran dan Perlindungan Lingkungan Maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura selain Aids of Navigation Fund (ANF) dan Project Coordination Committee (PCC). Adapun kali ini digelar di Semarang pada Rabu, (1/10/2019).
Pertemuan rutin yang dilakukan setiap tahunnya secara bergiliran oleh ketiga negara pantai atau Littoral States yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura tersebut merupakan wadah utama bagi negara pengguna, industri pelayaran serta stakeholder lain untuk duduk bersama membahas terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Pertemuan tersebut dibentuk untuk mendorong terjadinya dialog dan tukar pandangan mengenai isu-isu di SOMS dan bertujuan untuk menampung masukan dari pengguna SOMS secara rutin. Pertemuan tersebut juga memfasilitasi kerja sama yang lebih nyata antara negara pantai, negara pengguna, industri pelayaran, dan stakeholder lainnya dalam menjaga keselamatan berlayar dan perlindungan lingkungan maritim di salah satu jalur pelayaran internasional tersibuk di dunia tersebut. (ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini