Nasib Latief berbeda dengan Untung. Mahmilub memvonis hukuman mati Untung pada 18 Maret 1966 dan kemudian dieksekusi dalam tahun yang sama. Sementara Latief harus mendekam di sel isolasi. Baru pada 1978 kasusnya diajukan ke Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti). Pada 6 Juni 1978, ia mengajukan permohonan untuk mengajukan saksi meringankan dalam persidangan. Tak tanggung-tanggung saksi itu adalah Presiden Soeharto. Namun permintaan itu ditolak hakim dengan alasan tak relevan.
Menurut Latief, Soeharto terlibat langsung peristiwa G30S. "Karena beliau telah mengetahui lebih dahulu akan adanya peristiwa G30S. Baik mengenai info Dewan Jenderal maupun mengenai gerakan, di mana tertuduh telah melaporkan pada beliau sebagai atasan, sekalipun bukan atasan langsung," ujar Latief dalam pidato pembelaannya di Mahmilti yang kemudian dibukukan dengan judul Pledoi Kol. A. Latief Soeharto Terlibat G30S.
"Kalau saya dituduh sampai mengakibatkan matinya para Jenderal dari anggota Dewan Jenderal itu, justru Jenderal Soehartolah yang harusnya bertanggung jawab, karena tidak mencegahnya," ujar Latief. "Agar Jenderal Soeharto diajukan sebagai saksi di muka sidang ini, dengan maksud untuk menjernihkan suasana, dan untuk membuka tabir yang gelap selama ini."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soeharto sendiri menurut Latief hanya diam dan manggut-manggut. Pertemuan itu sendiri tak dibantah Soeharto. "Kira-kira pukul 10 malam saya sempat menyaksikan Kolonel Latief berjalan di depan zaal tempat Tomy dirawat," ujar Soeharto dalam dalam autobiografi Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya yang disusun Ramadhan K.H.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini