Djoko keluar dari gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (30/9/2019) sekitar pukul 17.10 WIB. Dia terlihat memakai rompi tahanan berwarna oranye dengan tangan diborgol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak, terima kasih," kata dia sambil menuju mobil tahanan.
Kasus ini berawal ketika Djoko menjabat Dirut pada 2016. Saat itu dia meminta dilakukan relokasi anggaran dengan cara mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang awalnya Rp 2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar.
Setelah itu, Djoko menunjuk Andririni Yaktiningsasi, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka, menjadi pelaksana dari kedua proyek itu. Andririni menggunakan bendera perusahaan PT BMEC (Bandung Management Economic Center) dan PT 2001 Pangripta.
Pada akhirnya, realisasi untuk kedua proyek itu adalah Rp 5.564.413.800. Berbagai penyimpangan diduga dilakukan Djoko dan Andririni seperti nama-nama ahli dalam kontrak yang diduga hanya dipinjam dan dimasukkan sebagai formalitas, pelaksanaan lelang yang rekayasa, dan membuat penanggalan mundur dokumen administrasi atau backdate.
"Diduga kerugian negara setidak-tidaknya Rp 3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima atau setidaknya lebih dari 66 persen pembayaran yang telah diterima," sebut Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Jumat (7/12).
Simak Video "Usai Penggeledahan KPK, Aktivitas Pegawai Jasa Tirta Normal"
(ibh/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini