"Kemudian yang aborsi, ini juga ada di undang-undang kita yang sekarang, di KUHP yang sekarang, existing, ada. Ancamannya berat, 12 tahun. Tapi kan sekarang dunia sudah berubah, maka diatur ancaman pidana yang lebih rendah dan tidak berlaku bagi korban perkosaan maupun karena alasan medik," kata Yasonna di kantor Kemenkum HAM, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seorang perempuan yang diperkosa oleh, karena dia tidak menginginkan janinnya, dalam terminasi tertentu dapat dilakukan. Karena alasan medik, mengancam jiwa misalnya dan itu juga diatur dalam UU Kesehatan," jelas Yasonna.
Seperti diketahui, semua bentuk aborsi adalah bentuk pidana dan pelaku yang terlibat dipenjara. Namun RUU KUHP memberikan pengecualian bagi korban perkosaan, termasuk tenaga medisnya tidak dipidana.
Selain itu, pasal yang mengatur tentang aborsi juga tidak menghapus UU Kesehatan soal aborsi. Pasal 75 UU Kesehatan selengkapnya berbunyi:
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. (azr/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini