Merujuk pada risalah putusan Mahkamah Agung Nomor 103 K/PID/2019, kasus ini bermula saat Brata membeli tanah seluas 6 Ha dengan nilai Rp 36 miliar yang dibeli dari PT Mutiara Sulawesi (MS) pada tahun 2010. Tanah dengan nomor SHGB Nomor 1678/Ungasan tersebut terletak di Desa Ungasan, Badung, Bali. Selain Brata, ada pula PT. Knightbridge Luxury Development yang melakukan pembelian tanah dari PT MS.
Sebelum berada di dalam penguasaan PT Mutiara Sulawesi, tanah tersebut dimiliki oleh PT Nusantara Raga Wisata (PT NRW) yang dipimpin oleh Christoforus Richard selaku Direktur Utama. PT NRW menjual tanah ke PT MS senilai Rp 5 miliar pada tahun 2003.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembatalan sertifikat tanah milik Brata yang diminta Christoforus kala itu sempat tak dihiraukan oleh Kepala BPN Bali. Namun tindakan itu menyebabkan Kepala BPN Bali tersebut dimutasi ke tempat lain. Dari Kepala BPN Bali yang baru itulah akhirnya terbit pembatalan sertifikat atas nama K Brata Lesmana.
Karena penipuan ini, Christoforus Richard dilaporkan ke polisi oleh PT MS dan kemudian diproses hukum. Dia divonis 3 tahun penjara di tingkat pertama, bebas di tingkat banding (majelis hakim tingkat banding menyatakan Christoforus terbukti melakukan penipuan namun dianggap sebagai tindakan perdata), lalu dinyatakan bersalah dengan hukuman tiga tahun penjara di tingkat kasasi. Dalam pendapatnya, majelis MA menyatakan K Brata Lesmana dan juga PT Knightbrides sebagai pihak yang dirugikan dari perbuatan Christoforus Richard.
"Pembatalan sertifikat di keluarkan BPN Bali. Padahal sertipikat tanah telah dibaliknamakan atas nama saya sendiri yakni K Brata Lesmana," ujar K Brata di Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Ternyata pembatalan itu dilandaskan atas tipu-tipu dokumen yang diduga dilakukan Christoforus di tahun 2012. Tipu-tipu ini diungkap di pengadilan.
K Brata memaparkan, pembatalan sertifikat tanah miliknya yang diminta Christoforus kala itu sempat tak dihiraukan oleh Kepala BPN Bali. Namun tindakan itu menyebabkan Kepala BPN Bali tersebut dimutasi ke tempat lain. Dari Kepala BPN Bali yang baru itulah akhirnya terbit pembatalan sertifikat atas nama K Brata Lesmana.
Pembatalan itu, lanjut K Brata, atas dasar putusan Mahkaman Agung Nomor 3280 K/Pdt/2010 tanggal 21 April 2011. Padahal putusan tersebut bukan putusan condemnator alias tidak bisa dieksekusi. Apalagi peryataan itu sudah diperkuat surat dari Pengadilan Negeri Cibinong.
"Makanya saya ingin tanah saya dikembalikan karena itu tanah saya yang saya beli," tandas K Brata.
K juga menyesalkan peryataan pengacara Christoforus, Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan tidak ada korban atau pihak yang merasa dirugikan atas sangkaan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP yang menjerat Christoforus.
Menurut K Brata, dirinya adalah salah satu pihak yang merasa dirugikan atas perbuatan Christoforus. Selain dirinya, PT Mutiara Sulawesi dan PT Knightbrigde Luxury Development ikut menjadi korban.
"Selain saya, ada juga pihak lain yang jadi korban," tutur K Brata.
Apa yang disampaikan K ini menyanggah pernyataan Yusril yang menyatakan tidak ada unsur 'merugikan pihak lain' atas perbuatan Christoforus dalam persoalan sengketa lahan di Bali. Peryataan ini menanggapi putusan Mahkamah Agung yang memvonis Christoforus selama 3 tahun penjara karena dituduh melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP.
Halaman 2 dari 3