Pasal 218 ayat 1 menyebutkan:
Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
"Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah," demikian bunyi penjelasan RUU KUHP versi 15 September yang dikutip detikcom, Selasa (17/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penghinaan pada hakikatnya merupakan perbuatan yang sangat tercela (dilihat dari berbagai aspek: moral, agama, nilai-nilai kemasyarakatan dan nilai-nilai HAM/kemanusiaan), karena 'menyerang/merendahkan martabat kemanusiaan' (menyerang nilai universal). Oleh karena itu, secara teoretik dipandang sebagai rechtsdelict, intrinsically wrong, mala perse dan oleh karena itu pula dilarang (dikriminalisasi) di berbagai negara," ujarnya.
Pasal 218 ayat 2 juga menegaskan tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
"Dalam ketentuan ini dimaksud dengan 'dilakukan untuk kepentingan umum' adalah melindungi kepentingan masyarakat banyak yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi," katanya.
Untuk mencegah kesewenang-wenangan negara, delik Penghinaan Presiden bukan delik biasa. Pasal ini dikategorikan sebagai delik aduan. Pengaduan itu dapat dilaksanakan oleh kuasa Presiden atau Wakil Presiden.
"Yang dimaksud 'Kuasa Presiden atau Wakil Presiden' dalam ketentuan ini adalah pejabat atau seseorang yang ditunjuk oleh Presiden atau Wakil Presiden," kata penjelasan RUU KUHP. (asp/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini