"Penelitian difokuskan ke koleksi sampel ikan-ikan yang mati, penelitian sifat-sifat oseanografi fisika, kimia dan biologi serta geologi di daerah-daerah yang mengalami kematian ikan-ikan," kata Plt Kepala Pusat Penelitian Laut LIPI Ambon, Dr Nugroho Dwi Hananto, Senin (16/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nantinya setelah dilakukan pengolahan dan analisis data yang komprehensif baru kita bisa sampaikan penyebab kematian dan bagaimana cara yg tepat untuk menyikapinya," ujarnya.
Selain itu, kata Nugroho, LIPI juga akan melakukan wawancara terhadap masyarakat. Itu dilakukan agar tim mengetahui secara persis kronologi penemuan ikan mati massal.
"Nah itu perlu penanda waktu yang akurat. dengan bukti-bukti otentik hasil pengamatan yang disinkronkan, jadi kita juga lakukan wawancara mendalam dengan masyarakat supaya kita tahu dengan baik waktu, lokasi dan tanda-tanda lainnya sebelum dan setelah kejadian ini berlangsung," tuturnya.
BMKG sebelumnya sudah memastikan fenomena ikan mati massal di Pantai Hutumuri, Rutong, Lehari dan Hukurila ini bukan pertanda gempa dan tsunami. BMKG mengimbau warga tak mudah percaya dengan isu yang tak dapat dipertanggungjawabkan.
"Banyak warga yang mengkaitkan fenomena ini dengan tanda alam akan terjadi gempa besar dan tsunami. Sayangnya banyak warga termakan berita bohong (hoax) ini. Sehingga beberapa warga berencana akan mengungsi karena takut akan terjadi tsunami," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, kepada wartawan.
Menurut Daryono, kematian ikan secara massal itu disebabkan oleh hal lain.
"Selama ini belum pernah ada peristiwa gempa besar dan memicu tsunami yang didahului oleh matinya ikan secara massal. Tidak ada dalam ilmu gempa menjadikan ikan mati sebagai precursor gempa dan tsunami. Kematian ikan secara massal ini dipastikan oleh sebab lain. Selama ini, kasus kematian ikan secara massal dapat diakibatkan oleh adanya ledakan, keracunan, atau faktor lingkungan yang mengakibatkan ikan mati," ujar Daryono.
Halaman 2 dari 2