Menurut Arsul anggota Panja RKUHP Arsul Sani, adanya pasal-pasal ini untuk mengurangi potensi penghakiman sosial. Jika itu terjadi, aparat penegak hukum bisa bertindak untuk menegakkan aturan.
"Justru itu untuk mencegah penghakiman sosial. Coba kalau nggak ada pasal itu, diselesaikan sendiri, dipersekusi. Kalau ini mau dipersekusi kan polisinya bisa nindak 'eh lu nggak boleh main hakim sendiri, ada aturannya ini, pasal itu'," kata Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Dalam pembahasan itu, dijelaskan Arsul, disepakati bahwa perzinaan dan samen leven merupakan delik aduan. Pihak yang bisa mengadukan perbuatan tersebut juga diperluas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam RUKUHP ini, pelaku perzinaan terancam pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II. Sementara untuk pelaku kumpul kebo dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.
Diskursus RUU KUHP telah melintasi 7 Presiden, yaitu Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati, Presiden SBY, dan Presiden Jokowi.
Perdebatan penting tidaknya juga telah melampui 19 Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM), yaitu Sahardjo, Wirjono Prodjodikoro, Astrawinata, Oemar Seno Adji, Mochtar Kusumaatmadja, Mudjono, Ali Said, ismail Saleh, Oetojo Oesman, Muladi, Yusril Ihza Mahendra, Baharuddin Lopa, Marsilam Simanjuntak, Mahfud MD, Hamid Awaluddin, Andi Mattalata, Patrialis Akbar, Amir Syamsuddin dan kini Yasonna Laolly.
Simak video Koalisi Pemantau Peradilan Tolak Pasal Menghina Pengadilan di RUU KUHP:
(azr/asp)