Dampak Kemarau Panjang, Warga Maros Antre Air Bersih Sejak Dini Hari

Dampak Kemarau Panjang, Warga Maros Antre Air Bersih Sejak Dini Hari

Muhammad Nur Abdurrahman - detikNews
Minggu, 08 Sep 2019 16:25 WIB
Kekeringan di Maros, Sulawesi Selatan. (M Nur Abdurrahman/detikcom)
Maros - Dampak kemarau panjang yang terjadi di Sulawesi Selatan, membuat warga di beberapa wilayah di Kabupaten Maros kesulitan mendapatkan air bersih.

Seperti yang dialami warga Dusun Salassa, Desa Lebbotengngae, Kecamatan Cenrana Baru. Sejak pukul 03.00 WITa dini hari, warga Salassa sudah mulai mengantre untuk menampung air yang dialirkan menggunakan selang dari sumber mata air yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari Dusun Salassa.

Norma, warga Salassa yang ditemui saat mengantri air, Minggu (8/9/2019), mengatakan lebih dari 100 warga Dusun Salassa mulai mengantre sejak pukul 03.00 WITa dini hari hingga sekitar pukul 22.00 WITa hari sebelumnya. Perjuangan untuk mendapatkan air bersih ini sudah dilakukan warga Salassa sejak dua bulan Juli lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Selain mengantre air di sini, ada sumur di kampung sebelah di Kalumpang, tapi harus jalan kaki sekitar 1 kilometer," tutur Norma.

Aliran air di selang berdiameter setengah inci yang tidak lancar, membuat warga harus menampung air di ember terlebih dahulu, lalu dimasukkan kembali ke jeriken atau galon menggunakan gayung. Untuk mengisi jeriken ukuran 20 liter, dibutuhkan sekitar 15-20 menit. Lamanya waktu mengantre, sejumlah ibu-ibu Salassa terpaksa membawa pekerjaan rumahnya ke lokasi penampungan air, seperti menyiapkan bahan masakan di rumah.

Di musim kemarau ini, warga Salassa berharap kepedulian Pemerintah Kabupaten Maros untuk menyalurkan air bersih ke warga Salassa menggunakan mobil tangki.

"Kami harap ada kepedulian pemerintah, supaya kita tidak kesusahan mengantri untuk menampung air dan masih bisa melakukan pekerjaan yang lainnya," pungkas Norma.

Selain di wilayah pegunungan Maros, krisis air juga dialami warga yang tinggal di daerah pesisir, di Desa Ampekale, Kecamatan Bontoa. Warga Ampekale terpaksa menggunakan air payau untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi dan mencuci. Sedangkan untuk minum dan masak, warga Ampekale harus membeli dari truk tangki.



Sebelumnya, Deputi Bidang Klimatologi Herizal, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di kantor pusat BMKG, Jakarta, Rabu (6/3/2019), telah memprediksi puncak kemarau tahun ini akan terjadi di bulan Agustus dan September.

Herizal menyebutkan musim kemarau ditandai adanya peralihan angin muson, dari muson Asia ke muson Australia. Peralihan muson barat ke timur berdampak kemarau yang terjadi di sebagian Jawa dan Bali terjadi sekitar bulan April-Mei, lalu disusul di bulan Juni wilayah Kalimantan dan Sulawesi.

Dampak Kemarau Panjang, Warga Maros Antre Air Bersih Sejak Dini HariKekeringan di Maros, Sulawesi Selatan. (M Nur Abdurrahman/detikcom)
Halaman 2 dari 2
(mna/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads