RUU KUHP: Karya Seni hingga Budaya 'Seksi' Bukan Pidana dan Tak Dipenjara

RUU KUHP: Karya Seni hingga Budaya 'Seksi' Bukan Pidana dan Tak Dipenjara

Tsarina Maharani - detikNews
Jumat, 06 Sep 2019 08:48 WIB
Foto: Ilustrasi (Edi Wahyono-detikcom).
Jakarta - RUU KUHP mengancam semua bentuk pornografi untuk dipidana maksimal 10 tahun penjara. Namun, RUU KUHP mengecualikan delik itu apabila bagian dari karya seni, budaya, hingga olahraga.

"Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bunyi pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat," demikian bunyi Pasal 180 RUU KUHP yang dikutip detikcom, Jumat (6/9/2019).


Lalu apa hukumannya bagi orang yang melanggar Pornografi? Dalam Pasal 413 Ayat 1 mengancam pelaku pornografi maksimal 10 tahun penjara. Berikut bunyi ayat selengkapnya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan Pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori VI.

Nah, belakangan terjadi perdebatan. Yaitu apabila produk-produk yang memenuhi unsur 'seksi' namun sebagai bagian dari seni, budaya, olahraga dan sebagainya, apakah dipidana atau tidak? RUU KUHP menegaskan bahwa hal itu bukan pidana.

"Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana jika merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu pengetahuan," cetus Pasal 413 ayat 2.


Perdebatan delik pornografi mengemuka saat disahkan UU Pornografi. Sejumlah orang menggugat UU itu ke Mahkamah Konstitisi (MK). Mereka beralasan UU Pornografi bisa mengkriminalisasikan kesenian, budaya hingga olahraga yang bisa didefinisikan pornografi.

Seperti seniman yang dalam berkesenian bukanlah semata-mata untuk tujuan komersial tetapi juga bagian dari ekspresi diri dan sebagai kebebasan berekspresi individu yang dijamin oleh UUD 1945. Belum lagi budaya dan adat di belahan nusantara yang bisa juga dimasukkan delik pornografi. Namun pada 25 Maret 2010, argumen itu ditolak MK. Ketua MK kala itu, Mahfud MD menyatakan UU Pornografi konstitusional.


Simak Video "Koalisi Pemantau Peradilan Tolak Pasal Menghina Pengadilan di RUU KUHP"

[Gambas:Video 20detik]

Halaman 2 dari 2
(asp/tsa)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads