Jakarta - Paus Fransiskus menunjuk Uskup Keuskupan Agung Jakarta Monsinyur (Mgr) Ignatius Suharyo sebagai satu dari 13 kardinal baru. Suharyo mengatakan, dirinya sangat terkejut ketika mengetahui hal ini.
Suharyo menceritakan, dirinya tahu lebih lambat dari umat soal penunjukan dirinya sebagai kardinal. Ketika itu handphone-nya ramai berdering, namun tidak dia angkat karena tidak mengetahui nomor yang menelepon. Dia baru tahu ketika Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Agus Sriyono menelepon dan memberi tahu.
"Saya diberitahu bahwa saya ditunjuk oleh Paus Fransiskus menjadi kardinal. Tentu saya terkaget-kaget karena tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya. Berbeda ketika saya ditunjuk menjadi uskup, itu ada diskusi yang panjang. Diberitahu bahwa ditunjuk, kemudian diundang setuju atau tidak. Kalau setuju tidak ada diskusi, kalau tidak setuju lalu diskusi panjang. Waktu itu diskusi panjang, akhirnya saya setuju," kata Suharyo dalam jumpa pers di Gedung Karya Pastoral, Katedral Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Uskup Keuskupan Agung Jakarta MGR Ignatius Suharyo Foto: Rahel NC/detikcom |
Menurut Suharyo yang juga uskup bagi TNI-Polri ini, memang demikianlah cara Vatikan mengangkat para hamba Tuhan. Bukan soal kekuasaan dan lain-lain, melainkan pelayanan yang diharapkan makin luas.
Suharyo menuturkan, dari 13 kardinal baru yang diangkat, 3 orang di antaranya berusia lebih dari 80 tahun. "Silakan membayangkan orang 80 tahun. Itu artinya ketiga pribadi itu dihargai karena peranan mereka di dalam kehidupan gereja Katolik," ucapnya.
Lalu, lanjut Suharyo, 10 orang kardinal lainnya termasuk dirinya berusia di bawah 70 tahun. Tiga di antaranya adalah pejabat di Vatikan, dan tujuh orang lainnya adalah uskup seperti dirinya.
Terkait pemilihan kardinal ini, menurut pria kelahiran Sedayu, Yogyakarta tahun 1950 ini menunjukkan beberapa hal yang menarik menurut penafsiran pribadinya. Pertama, gereja Katolik ingin menunjukkan ke-Katolikannya.
"Karena Katolik itu artinya umum, bukan apa-apa. Katolik itu artinya umum, universal. Kalau dulu, kardinal-kardinal itu kebanyakan dari Eropa dan dari negara-negara sebalah utara. Sekarang semakin jelas bahwa ada internasionalisasi dewan di Vatikan. Nanti jumlah bisa menunjukkan hal itu," ucapnya.
"Kedua adalah keterlibatan gereja terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia. Misal soal lingkungan hidup, soal pengungsi, soal kemiskinan, dialog antar imam. Salah satu yang diangkat adalah pimpinan untuk hubungan antaragama. Jelas sekali arahnya ke mana. Salah satu yang juga diangkat adalah sekretaris dia, salah satu disteri. Kalau di sini ya kementerian yang mengusahakan perkembangan manusia integral, integral human development, seksi pengungsi dan perantau. Migran dan perantau. Pengungsi dan migran. Jelas sekali arahnya. Ketiga konsistori ini, pengangkatan ini akan dilakukan pada tanggal 5 Oktober, waktu Vatikan memulai sinode khusus untuk Amazon. Kita semua tahu Amazon maksudnya apa, pasti berkaitan dengan lingkungan hidup. Padahal biasanya konsistori ini dilaksanakan pada bulan November, dimajukan seperti halnya pemimpin-pemimpin sering membuat tindakan-tindakan simbolis ya, ini Paus juga membuat tindakan simbolik. Sebelum memulai sinode tentang Amazon, diangkatlah kardinal-kardinal itu," sambungnya panjang lebar.
Suharyo menilai, pengangkatan dirinya sebagai kardinal bukanlah karena prestasi. Menurutnya tentu pertimbangan Paus karena gereja Katolik di Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dia juga memberikan penjelasan soal ini.
Pertama menurut Suharyo, beberapa kali dirinya bertemu Paus Fransiscus dan pembantu-pembantunya dalam berbagai kesempatan, dirinya mendengar Vatikan sangat menghargai harmoni kehidupan masyarakat di Indonesia, khususnya lintas iman.
"Bahkan ada usaha-usaha bagi Vatikan untuk semakin memahami Indonesia adalah negara yang penduduknya, penduduk muslimnya paling besar di dunia tetapi Islam Indonesia belum begitu dikenal di Eropa, yang lebih dikenal Islam di Timur Tengah. Ada gerakan yang sangat jelas, saudara-saudara kita di Eropa ingin mengenal lebih baik Islam di Indonesia karena memang berbeda," jelas Suharyo.
Alasan yang kedua, menurut Suharyo tentu karena umat Katolik sejak sebelum kemerdekaan sudah mempunya peranan yang berarti bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dirinya mengatakan, tonggak pertama yang tertulis adalah tahun 1922 ketika seorang misionaris Belanda mengatakan dengan tegas bahwa gereja Katolik di Indonesia berpihak kepada orang-orang yang ditindas, yang saat itu disebut sebagai pribumi.
 Uskup Keuskupan Agung Jakarta MGR Ignatius Suharyo Foto: Rahel NC/detikcom |
"Karena itu, pengamatan saya, pelantikan saya nanti sebagai kardinal itu saya pahami dengan penuh syukur bukan karena pribadi saya, tetapi karena pertama, gereja Katolik di Indonesia yang hidup ini dengan segala macam usaha untuk terlibat di dalam kehidupan bangsa. Kedua adalah penghargaan terhadap realitas kehidupan di Indonesia ini. Inilah yang harus diusahakan terus menerus meskipun begitu banyak tantangannya. kehidupan harmonis yang bisa menjadi tempat belajar bagi negara-negara dan komunitas lain, bahwa perbedaan itu tidak harus sama dengan perpisahan. Tetapi, perbedaan itu yang memperkaya sejarah," ucapnya.
Suharyo menegaskan, hal tersebut perlu dia sampaikan agar perhatian nanti tidak tertuju kepada dirinya, namun kepada gereja Katolik Indonesia dan NKRI.
"Itulah simbol simbolik yang dilakukan oleh Paus, ditunjukkan oleh Paus dengan mengangkat saya menjadi kardinal. Lingkungan Paus yang setiap saat, yang jika dipanggil harus berangkat karena salah satu tugasnya tentu adalah membantu memberikan saran-saran ka;au diminta oleh paus di dalam pelayanan baik di gereja universal atau gereja-gereja setempat yang saya layani seperti gereja Keuskupan Agung Jakarta. Itu saja untuk sementara yang saya sampaikan," katanya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini