Menurut Luhut, pasal tersebut harus dihapuskan sebelum KUHP disahkan oleh DPR. Sebab jika tetap dipertahankan, dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk pada peradilan Indonesia.
"Dampaknya lebih jauh dari sekadar over kriminalisasi, karena pasal itu sebenarnya substansi dari contempt of court yang ada di Inggris, tidak mungkin kita transplantasikan aturan itu, ginjal kita normal ditambah ginjal lagi, akan hancur tubuh ini," ucap dia, mengumpamakan sebagaimana dilansir Antara, Selasa (3/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi hakim di sana sifatnya pasif, oleh karena itu ada contempt of court (untuk melindungi), tapi kita menggunakan sebaliknya kebenaran itu dikejar, hakim aktif. Hakim bisa mengusir siapa saja yang menghina peradilan, dan juga diatur di aturan lain pidananya kalau ada penghinaan atau ujaran," tuturnya.
Justru menurut dia, menciptakan peradilan jujur, saat ini merupakan prioritas yang sangat penting daripada mengundangkan delik penghinaan terhadap pengadilan dalam KUHP yang dirumuskan dalam pasal 281 tersebut.
"Tetapi tidak pula untuk menghapus ini membuat pengesahan KUHP tertunda, menghapus itu tidak akan merubah apa pun dari KUHP nantinya, jadi tinggal hapus saja," ujar Luhut.
Peradi tetap mengharapkan DPR RI bisa mengesahkan Rancangan KUHP, jadi KUHP sebelum masa jabatan legislator periode 2014-2019 berakhir.
Berdasarkan draft RUU KUHP terbaru, hal tersebut diatur dalam Bab VI tentang 'TINDAK PIDANA TERHADAP PROSES PERADILAN'. Bagian Kesatu yaitu Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan.
"Setiap orang yang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV," demikian bunyi Pasal 290.
Adapun dalam Pasal 291, ancaman diperberat menjadi 5 tahun penjara. Yaitu setiap orang yang secara melawan hukum:
1. menampilkan diri seolah-olah sebagai pelaku tindak pidana, yang karena itu menjalani proses peradilan pidana;
2. tidak mematuhi perintah pengadilan atau penetapan hakim yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan ;
3. bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan; atau
"Merekam, mempublikasikan secara langsung atau membolehkan untuk dipubliΒkasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan," demikian bunyi Pasal 291 huruf d.
Baca juga: Begini Definisi Makar dalam RUU KUHP |
Bagaimana dengan advokat yang mempengaruhi hakim/pengadilan? Pasal 292 RUU KUHP menjelaskan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang:
1. mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat meruΒgikan kepentingan pihak kliennya; atau
2. mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.
Adapun orang yang membuat gaduh dalam sidang pengadilan dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai 3 kali oleh atau atas nama hakim dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan. Adapun orang yang membuat gaduh di luar sidang tapi membuat sidang terganggu, dihukum 3 bulan penjara.
Simak Video "Koalisi Pemantau Peradilan Tolak Pasal Menghina Pengadilan di RUU KUHP"
Halaman 2 dari 2











































