Kasus bermula saat Muhdi menggugat Presiden RI atas Peraturan Pemerintah Nomor 13/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pasal 30 ayat 1 huruf a dan ayat 2 lampiran V menyebutkan tentang Bandar Udara sebagai Simpul Transportasi Nasional. Bagian Romawi I Pengumpul Primer, angka 9 mengatur tentang Bandara YIA.
Menurut Muhdi, berdasarkan PP Nomor 28 Tahun 2012, menempatkan Kulon Progo sebagai kawasan bencana alam geologi, yakni tsunami. Gempa bumi yang besar yang terjadi di zona penunjaman di Jawa bagian selatan dikhawatirkan akan memicu tsunami yang dapat menimpa salah satunya di daerah pantai di selatan Yogyakarta (Kulon Progo).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menolak permohonan keberatan hak uji materi dari Muhdi tersebut," ujar majelis sebagaimana dilansir website MA, Senin (2/9/2019).
Duduk sebagai ketua majelis hakim dalam sidang ini adalah Yulius dengan anggota Is Sudaryono dan Yosran. Ketiganya menyatakan pemerintah telah melaksanakan dan menegakkan rencana tata ruang untuk mengurangi resiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan dan penerapan sanksi terhadap pelanggar dan secara berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap tata ruang dan pemenuhan standar keselamatan.
"Pembangunan bandar udara di Kulon Progo justru akan memperkuat perlindungan terhadap bencana tsunami karena konstruksinya telah dibangun dengan mengantisipasi potensi bencana gempa tsunami. Bahkan melalui Perpres 98/2017 telah melakukan pembangunan dan pemeliharaan sistem peringatan dini bencana tsunami dan penghalang tsunami (tsunami barriers)," ucap majelis dengan suara bulat. (asp/rvk)











































