Peneliti herpetologi LIPI, Amir Hamidy, menjelaskan ular berkepala dua itu merupakan jenis ular pucuk atau Ahaetulla prasina. Untuk diketahui, herpetologi merupakan cabang zoologi yang mempelajari reptil dan amfibi.
"Jenisnya ular pucuk atau Ahaetulla prasina. Ular ini umum dijumpai di sekitar pekarangan, hutan sekunder, dan semak belukar, umumnya memangsa cicak, kadal, bunglon, dan burung kecil. Ular ini tidak berbisa," kata Amir saat dihubungi, Jumat (30/8/2019) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan ular berkepala dua di Bali itu masih anakan yang dibuktikan dari warnanya yang masih cokelat. Jika sudah besar, ular pucuk disebutnya akan berwarna hijau. Amir juga menjelaskan ular pucuk tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
"Juvenile (anakan) berwarna cokelat dan kalau sudah dewasa menjadi hijau warnanya," ucapnya.
Lalu, mengapa ular di Bali tersebut bisa berkepala dua? Berikut ini jawabannya:
"Kemunculan ular kepala dua itu sebetulnya kalau di reptil bukan fenomena yang menggegerkan. Ada kelainan-kelainan kepala dua itu biasa, tapi memang kalau dibilang unik ya unik. Kayak manusia ya kembar siam itulah. Itu proses biologi yang nggak sempurna pada saat pembelahan sel. Tetap ada di setiap makhluk hidup fenomena anomali seperti itu," ujarnya.
Dia berharap kemunculan ular kepala dua itu tak dikaitkan dengan hal mistik. Menurutnya, kelainan seperti itu bisa terjadi meski jarang.
"Jadi nggak perlu dikaitkan hal mistik dan sebagainya. Kebetulan mungkin itu adanya pas di dekat kuburan mungkin," ujarnya.
"Jadi itu kelainan seperti itu biasa dalam ilmu biologi, ilmu embriologi juga biasa, tapi memang tidak umum. Jadi dari sekian ribu kelahiran mungkin satu yang begitu. Hanya kelainan saja," sambungnya.
Amir memprediksi ular itu tak akan bertahan hidup lama. Mengapa?
Menurut Amir, ular itu akan kesulitan bertahan karena tiap kepala akan memakan mangsa masing-masing. Padahal kemampuan pencernaan ular terbatas dan bisa menyebabkan sesak napas jika dua mangsa masuk ke satu tubuh.
"Kemarin teman saya dari Jepang sama juga menemukan seperti itu tapi tidak bisa bertahan sampai besar. Anakan juga kepala dua. Jadi kalau makan itu saling berebut karena dia satu tubuh ya, proses menelan itu kan sangat riskan di ular, jadi dia harus atur nelan dan bernapas karena salurannya ketutup sama mangsanya itu. Sehingga kalau mangsanya dua-dua masuk, dia akan susah bernapas, jadi harus satu-satu. Masalahnya kepala dua itu berarti sistem saraf di kepala kan dua jadi itu matinya lebih banyak ke situ," jelasnya.
Baca juga: LIPI Temukan Katak dan Cicak Jenis Baru! |
Sebelumnya, ular berkepala dua itu mengagetkan warga karena muncul di kawasan kuburan anak-anak yang dikenal angker. Warga setempat juga menyebut kemunculan ular unik itu bertepatan dengan Rahina Tilem sehingga warga setempat tak berani asal-asalan memindahkan ular berkepala dua tersebut.
"Kebetulan kepercayaan penduduk ini siapa tahu masalah upacara ritual dengan niskala. Nanti diupacarai dikasih segahan (sesajen), karena aneh ini genetiknya, tapi kelihatan aneh jadi diupacarailah," kata warga setempat I Gede Putra Suantara ketika dihubungi via telepon, Jumat (30/8).
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini