"Dulu orang-orang ekonominya masih di bawah standar. Rumah kami yang gubuk hancur dan ada guncangan. Pas gunung meledak, dia menyembur. Tidak ada korban waktu itu," kata kakek yang juga mantan Kepala Desa Mini kepada detikcom, Siau, Kamis (15/8/2019).
Dulu memang terasa lebih dahsyat karena disertai guncangan dan lahar dingin. Namun kini, menurutnya, kondisi Gunung Karangetan meski tidak erupsi namun terus menerus mengeluarkan lava hingga ke laut. Beruntung, sudah dibuat jalur lelehan lava sehingga warga lebih merasa aman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Dulu abu vulkanik cuma kena di pohon sekarang kan lava sudah. 2010 dan 2007 tidak kuat namun lava meluncur. Tahun 2007 dan 2010 terjadi erupsi tapi paling kuat tahun 1960. dulu masyarakat desa tidak tahu kami tidak lari masih tinggal di kampung," lanjut dia.
Saat itu satu keluarga menjadi korban Gunung Karangetan.
"Ada 4 korban saat itu mereka salah. Mereka anggap di lavanya meluncur selatan ternyata ke utara," lanjut dia.
Albert menyebut gunung ini pun tidak lepas dari cerita mistis. Konon, Gunung ini dijaga oleh keturunan raja Parengkoan yang selalu naik ke atas puncak.
"Karangetang bahasa daerahnya artinya gunung yang tinggi. Orang tua dulu waktu penjajahan Belanda, punya sejarah khusus, katanya pernah dibaptis oleh pendeta Belanda jadi nama gunung ini Yohanes Tamagalolo. Sekarang tetap kami kenang cerita dari orang tua itu. Penduduk harus ramah dan beribadah hanya itu kuncinya sementara kami selalu berdoa di dekat gunung," ceritanya panjang lebar.
Kini, keberadaan gunung tersebut tak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Dia memberi penghidupan dengan manfaat tambang pasir hingga lahan yang subur hingga Siau mampu menghasilkan pala dengan kualitas nomor 1 di dunia. Untuk mengetahui informasi lainnya dari Kemendes PDTT klik di sini.
(mul/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini