"Kalau tidak, maka alokasi untuk kesejahteraan rakyat akan terabaikan. (Menyarankan) skema pembiayaan pemindahan ibu kota dari APBN sebesar 19 persen, selebihnya adalah Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU)," kata anggota Komisi V DPR F-PAN Intan Fauzi kepada wartawan, Kamis (29/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPBU itu tinggi yang harus menurut saya menjadi perhatian pemeritah. Pemerintah sudah menyebutkan pembiayaan pemindahan ibu kota sebesar Rp 465 triliun, sehingga kebutuhan dana tersebut jangan terlalu banyak membebani anggaran negara," ujarnya.
Intan menuturkan, pemindahan ibu kota merupakan hal yang wajar seperti yang dilakukan Amerika Serikat dan Malaysia dengan memisahkan pusat bisnis dan pemerintahan. Namun, menurut Intan, harus segera ada payung hukum agar kebijakan pemindahan ibu kota tidak menyalahi aturan.
"Memahami adanya rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur, namun payung hukumnya harus ada sehingga kebijakan tersebut jangan sampai menyalahi peraturan perundang-undangan," kata Intan.
Baca juga: Fadli Terus Melawan Pemindahan Ibu Kota |
Lebih lanjut, Intan mengatakan konsep 'pemindahan' tidak semudah yang dipikirkan. Ia lalu mencontohkan pembangunan Bandara Kertajati untuk 'menghidupkan' wilayah di sekitarnya.
"Misalnya ketika pemerintah membangun bandara Kertajati agar wilayah di sekitar akan 'hidup' pembangunannya. Namun masyarakat pengguna pesawat pusatnya di Bandung dan Jakarta, sehingga memindahkan saja tidak gampang, harus benar-benar dikaji mendalam. Kita punya UU yang sangat bagus, sehingga tidak bisa langsung pinda ibu kota," tuturnya.
Seperti diketahui, pengumuman pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur ini diumumkan Presiden Jokowi pada Senin (26/8/2019). Biaya yang dibutuhkan untuk pemindahan ibu kota sebesar Rp 466 triliun. Secara detail, 19% dari total dana diambil dari APBN, sisanya didapatkan dari pihak swasta lewat berbagai skema.
Halaman 2 dari 2