Peneliti LIPI Wawan Ichwanuddin mengatakan dalam survei ini, responden diminta memilih setuju atau tidak setuju dengan pernyataan yang diajukan oleh tim LIPI. Pernyataan yang diajukan itu, yakni 'Sebaiknya presiden dan kepala daerah tidak dipilih langsung oleh rakyat karena menimbulkan perpecahan dalam masyarakat'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mayoritas responden menolak gagasan untuk menghapus pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung karena menimbulkan perpecahan," imbuhnya.
Survei tersebut dilakukan pada 27 April-5 Mei 2019 dengan melibatkan 1.500 orang responden dari seluruh provinsi di Indonesia. Selain survei publik, LIPI juga melakukan survei tersebut ke 119 tokoh dengan kriteria politisi, jurnalis, pengurus asosiasi pengusaha, tokoh agama, budayawan, tokoh gerakan perempuan hingga pemuda.
Metodologi yang digunakan dalam survei ini adalah wawancara tatap muka dengan menggunakan instrumen kuesioner. Survei tersebut miliki margin of error sebesar +- 2,53 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Peneliti senior LIPI Syamsuddin Haris menyebut hasil survei itu menunjukkan masyarakat tetap ingin pemilihan presiden dan kepala daerah dilakukan secara langsung. Sebab, menurutnya, pemilihan secara langsung dianggap masih menjadi sistem terbaik memilih kepala negara atau kepala daerah.
"Sebab belakangan ini muncul wacana dari politisi, partai politik yang menggagas pemilu kita dilakukan oleh MPR ini tentu suatu yang bertentang dengan semangat reformasi dan bertentangan dengan apa yang dalam survei publik yang dilakukan ini. Sehingga penting, pemilihan presiden dan pilkada secara langsung masih diyakini sebagai pilihan terbaik dibandingkan pemilu yang tidak langsung," kata Syamsuddin Haris.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini