Sidang putusan digelar di PTUN Banda Aceh pada Rabu (28/8/2019). Putusan diambil majelis hakim Muhammad Yunus Tazryan, Fandy Kurniawan Pattiradja, dan Miftah Saad Caniago.
Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan menolak eksepsi yang diajukan tergugat I dan tergugat II intervensi untuk seluruhnya. Sementara dalam pokok perkara, hakim mengabulkan seluruh gugatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, hakim juga mewajibkan tergugat untuk mencabut objek sengketa beserta perubahannya. Dalam sidang, hakim juga memutuskan tergugat membayar biaya perkara secara tanggung renteng.
Menanggapi putusan tersebut, Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur, mengapresiasi majelis hakim. Putusan ini disebut kemenangan rakyat.
"Saat ini sangat jarang ada pengadilan yang memberi putusan seperti ini. Ini seperti barang langka putusan hukum yang digugat dalam aspek lingkungan hidup," kata M Nur kepada wartawan.
Ketua Tim Pengacara Walhi, Muhammad Reza Maulana, mengatakan, majelis hakim dalam persidangan menyatakan berdasarkan undang-undang gubernur hanya berwenang menerbitkan IPPKH untuk luasan paling banyak lima hektare dan bersifat non-komersial.
Sementara fakta hukumnya, IPPKH yang diterbitkan Gubernur Aceh kepada PT. KAMIRZU yaitu seluas 4.407 hektare. Majelis hakim menyatakan Gubernur Aceh tidak berwenang menerbitkan IPPKH.
"Selain itu dalam pertimbangannya majelis hakim tadi juga menyampaikan penerbitan izin di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) juga bertentangan dengan Pasal 150 UU Pemerintahan Aceh," ujar Reza.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini