"Tapi menurut saya lebih baik (hukum adat) dalam perda. Karena secara hukum juga memungkinkan perda itu memuat tentang hukum adat. Karena hukum adat kan nggak ada hukuman penjara dan segala macem," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Hukum Adat dicantumkan dalam Pasal 2 RUU KUHP. Yaitu
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.
"Semuanya kan pidana adat gitu lho, yang dalam konstruksi RKUHP yang namanya pidana adat itu masuk dalam pidana tambahan," ujarArsul.
Hukum adat juga disinggung dalam BAB XXXIII tentang Tindak Pidana Berdasarkan Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat. Berikut isinya:
Pasal 598
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.
2. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat 1 huruf f.
Mengapa perlu Hukum Adat?
"Materi hukum pidana nasional juga harus mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau negara dan kepentingan individu, antara pelindungan terhadap pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, serta antara hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia," demikian hal menimbang RUU itu.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini