"Kementerian Hukum dan HAM justru memberi keleluasaan kepada narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan pengurangan hukuman," ucap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/8/2019).
Kurnia menyebut ICW memantau sendiri jumlah napi koruptor yang mendapatkan remisi. Menurutnya, ada 338 orang napi koruptor yang mendapatkan pengurangan hukuman itu, tetapi data itu disebut Kurnia tidak diungkap jelas oleh Kemenkum HAM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kembali pada pendapat Kurnia soal 'keistimewaan' napi koruptor. Dia menyebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 disebutkan dalam Pasal 34 A aturan a quo bila napi koruptor tidak sembarangan begitu saja mendapat remisi.
"Pasal 34 A aturan a quo ditambahkan dua poin yakni bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan," ucap Kurnia.
"Jadi, tidak dibenarkan jika adanya pernyataan dari Kemenkum HAM yang menyebutkan pertimbangan pemberian remisi pada narapidana korupsi hanya terbatas pada berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan," imbuh Kurnia.
Untuk itu, Kurnia mengatakan ICW menyampaikan dua tuntutan kepada pemerintah terkait dengan pemberian remisi kepada napi koruptor tersebut, yaitu:
1. Pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan HAM dapat benar-benar selektif dalam memberikan remisi pada narapidana kasus korupsi serta memperhatikan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.
2. Kementerian Hukum dan HAM harus membuka data terkait jumlah dan nama-nama narapidana korupsi seluruh Indonesia yang mendapatkan remisi pada peringatan Kemerdekaan.
Simak juga video Komnas HAM Nilai Ujaran Kebencian Ancam Demokrasi:
(ibh/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini