"Saya ingin berbicara masalah intoleransi dan radikalisme sedikit. Intoleransi kalau dibiarkan akan menjadi radikalisme. Radikalisme kalau dibiarkan akan menjadi terorisme," ujar Gatot saat menyampaikan kuliah umum bertema 'Peran Mahasiswa dalam Merawat Kebinekaan' di Kampus A Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat, Minggu (18/8/2019).
Gatot mengingatkan mahasiswa saat ini yang merupakan pengguna aktif media sosial akan bahaya penyebaran paham radikalisme, yang disebutnya sebagai paham yang memberi toleransi untuk menggunakan kekerasan dalam mengubah sosial politik di suatu negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Medsos berbeda dengan media konvensional. Di media sosial, siapa pun bisa membuat berita. Lalu berita itu tergantung dari yang bersangkutan, tujuannya apa. Apakah untuk memprovokasi, untuk memecah belah, mengabarkan hoax, atau mungkin dengan narasi-narasi kebencian, ini yang perlu diantisipasi bersama-sama oleh adik-adik sekalian," imbuhnya.
Gatot juga mengatakan mahasiswa termasuk kalangan yang rentan disusupi ketiga hal tersebut. Sebab, mahasiswa merupakan kaum muda yang masih mencari jati diri haus akan pengetahuan.
"(Yang rentan terpapar paham ini) salah satunya seperti adik-adik mahasiswa sekalian. Kenapa? Karena masih mencari jati dirinya. Ketika masih mencari jati diri, kemudian terpengaruh, lalu dia bisa membentuk kelompok tertentu yang berkembang secara terus-menerus. Nah, ini yang harus diantisipasi. Kalau dibiarkan berkembang, akan berbahaya terhadap persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Gatot.
Oleh sebab itu, Gatot berpesan agar para mahasiswa lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Ia juga berpesan agar generasi muda saat ini bisa menjadi 'cooling system' dalam mencegah terjadinya konflik sosial yang bisa memicu perpecahan bangsa.
"Adik-adik harus menjadi bagian terdepan bangsa ini yang harus menjaga toleransi, agar bangsa ini tetap ada. Adik-adik menjadi yang terdepan untuk menjadi bagian dari cooling system. Kalau ada pihak tertentu yang memprovokasi agar terjadi konflik sosial, khususnya yang terkait isu sensitif, seperti agama, ras, jangan kita menjadi provokatornya, tapi menjadi sistem pendinginnya, cooling system, sehingga bangsa kita menjadi bangsa yang ramah, bukan anarki," ujar Gatot.