Kisah ini bermula ketika Tori Hunter tiba di Bali pada Selasa (6/8). Pada hari yang sama, Bea-Cukai juga langsung melakukan pemeriksaan laboratorium dan menyerahkannya ke polisi.
Saat diperiksa, selebgram itu kedapatan membawa 100 butir tablet dalam botol plastik putih diduga merupakan dexamphetamine dan 47 tablet dalam botol plastik putih bertuliskan 'Antenex 5'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tori Hunter mengaku ditahan selama 4 hari di Bali dan diperas hampir senilai AUD 40 ribu atau setara dengan Rp 400 juta. Uang itu dia klaim sebagai uang yang dia bayarkan untuk kebebasannya dari penjara di Pulau Dewata.
Dia lalu melakukan crowdfunding atau penggalangan dana online di situs GoFundMe untuk membayar kembali AUD 39.600 atau setara dengan Rp 396 juta yang dia klaim di medsos.
"Saya ditahan setelah melalui Bea-Cukai karena membawa obat resep saya sendiri ke negara itu, yang saya bawa dalam kotak berlabel farmasi bersama dengan sertifikat dari dokter saya," tulis Tori di halaman penggalangan dana tersebut.
"Saya secara pribadi menjadi sasaran karena status media sosial saya sebagai model," tutur Tori.
Baik polisi maupun pengacara sudah membantah soal pemerasan ini. Jupiter Lalwani dari firma hukum Legal Nexus di Bali, yang menangani kasus Hunter, membantah klaim pemerasan yang disampaikan model itu di posting-an Instagram-nya.
Pengacara Bali ini mengaku telah menjelaskan semua rincian kepada Hunter sebagai kliennya, termasuk biaya. Dari penjelasan itu, Hunter disebut sepakat untuk bekerja sama.
"Dia oke, setuju, tanda tangan kuasa dan kita issue invoice, jelas itu. Jumlahnya 25.000 dolar," sebut Jupiter, berbeda dari nominal 39.600 dolar (atau setara Rp 396 juta) yang diklaim Hunter di medsos-nya sebagai pemerasan.
Polda juga menepis tudingan Tori Hunter. Kabid Humas Polda Bali Kombes Hengky Widjaja memastikan penyidik bekerja profesional.
"Info seperti itu tidak benar. Penyidik Polri bekerja dengan profesional. Jika kasusnya terbukti tentu akan diproses hukum dan jika tidak terbukti pasti akan dibebaskan," kata Kombes Hengky kepada jurnalis ABC Indonesia Nurina Savitri.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Ngurah Rai Teddy Triatmojo, mengatakan, bahwa Tori membawa obat terlarang yang merupakan dexamphetamine. Teddy menjelaskan dexamphetamine merupakan narkotika golongan I berdasarkan UU narkotika sehingga importasinya hanya boleh dilakukan pengecer farmasi besar. Kemudian diazepam merupakan psikotropika golongan IV yang peredarannya dikontrol dan wajib menyertakan resep dokter.
"Pada saat kita periksa oleh Bea-Cukai itu jumlah yang dia bawa lebih dari yang tertera di resep. Itu juga kenapa kita tahan dia untuk diperiksa. Nah proses pemeriksaan di Bea-Cukai kan tidak putus. Untuk pidananya kita teruskan ke kepolisian, yaitu di Ditresnarkoba Polda Bali," ucap Teddy.
Halaman 2 dari 2