Paloh awalnya mengulas mengenai demokrasi ala Indonesia yang menganut Pancasila. Kemudian, dia menyebut akhir-akhir ini ada perbedaan dengan realita ideologi saat ini. Menurutnya, ideologi Indonesia menerapkan Pancasila namun sebagian warganya tidak demikian.
"Sekarang terjadi paradoks antara realita dan living realita praktik sistem demokrasi kita, baik itu yang kita jabarkan melalui apakah pileg, pilpres, pilkada saudara-saudara Pancasila. Saya katakan Ketuhanan Maha Esa, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, keadilan sosial bagi rakyat Indonesia, dimana itu dijelaskan? ketika kami berkompetisi semuanya wani piro? wani piro?" kata Paloh dalam orasi kuliah umum di UI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, Paloh menyebut saat ini Indonesia menganut sistem negara kapitalis yang liberal. Dia mengatakan tanpa disadari kebanyakan rakyat Indonesia menganut sistem itu, bukan pancasila.
"Artinya apa? artinya kita sebenarnya malu-malu kucing untuk mendeklarasikan Indonesia adalah negara kapitalis yang liberal, itulah Indonesia hari ini. Peneliti lembaga ilmiah kenapa nggak diproklamirkan, eh you tahu nggak bangsa kita bangsa kapitalis hari ini? you tahu nggak bangsa kita ini super liberal? hari ini. Ngomong Pancasila dimana itu Pancasila, tetapi tanpa kita sadari juga kalau ini emang kita masuk ke dalam tahapan dikategorikan negara kapitalis, oke, negara liberalis, oke," ucapnya.
"Sepanjang nilai etik rasa kebangsaan itu masih ada, walaupun tidak terlalu hebat. Kemudian knowledge skill melalui proses achievement yang hebat, rasa-rasanya apa salahnya? tetapi apa yang terjadi? kemiskinan, kebodohan masih tetap di depan kita," imbuhnya.
Menurutnya, kebodohan dan kemiskinan akan mengikuti bangsa Indonesia jika sistem ini terus menerus dianut kebanyakan orang. Dia mengaku merasa sedih jika Indonesia terus begini.
"Kita bertikai satu sama lain, potret sosial masyarakat kita hari ini berubah menjadi manusia Indonesia yang paling-paling individualistik, itulah watak kita. Kita dekat dengan kapitalistik, kita bersahabat dengan pragmatisme transaksional. Kita pakai jubah nilai-nilai religi. Sebenarnya kita penuh dengan hipokrisi. Inilah kita, kesedihan kita," pungkasnya.
Paloh Soal Kerja Sama NasDem-Gerindra: Nggak Ada Musuh Abadi! (zap/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini