"Kepada saksi diminta untuk memberikan keterangan yang jujur, kalau tidak menjawab apa yang menjadi bahan pertanyaan dalam persidangan, maka saksi bisa ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini," kata Fathurrauzi kepada Dorfin di PN Mataram, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (14/8/2019).
Mendengar pernyataan majelis hakim, Dorfin, yang hadir sebagai saksi dengan didampingi seorang penerjemah dari Kantor Bahasa NTB, meminta maaf dan menyatakan siap memberikan keterangan yang jujur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dapat dari makanan yang masuk ke saya, tidak tahu siapa yang kasih," ujar Dorfin melalui penerjemahnya.
Meskipun tidak menjelaskan siapa yang memberikannya, Dorfin menceritakan kronologi pelariannya melalui jendela jeruji besi kamar sel tahanannya yang berada di lantai dua gedung Rutan Polda NTB.
Dalam kurun 35 jam, jelasnya, jendela jeruji besi seukuran badannya berhasil dibuka. Tanpa ada satu orang pun yang mengetahui aksinya, Dorfin berhasil kabur pada Senin (21/1) dini hari, sekitar pukul 01.30 Wita.
Selama masa pelarian, sekitar 12 hari hingga kembali tertangkap oleh petugas kepolisian, Dorfin mengaku bersembunyi di dalam hutan Pusuk.
"Saya bertahan hidup dengan makan kelapa, makan makanan monyet-monyet di sana. Saya cari momentum untuk kabur keluar pulau dengan boat, itu rencananya," ujarnya.
Dia mengaku rencana melarikan diri dari gedung Rutan Polda NTB tersebut tidak diketahui satu orang pun. Baik petugas maupun Kompol Tuti.
"Bahkan pada saat saya kabur, HP yang saya dapat dari Tuti, saya hancurkan lebih dulu biar Tuti tidak tahu. Jadi pelarian saya ini tidak ada yang tahu, bukan Tuti atau petugas yang bantu saya," ucapnya.
Dalam kasus penyelundupan sabu, Dorfin awalnya dihukum mati oleh PN Mataram. Namun hukuman itu dianulir oleh Pengadilan Tinggi (PT) Mataram menjadi 19 tahun penjara. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini