Kasatker SPAM Strategis Anggiat Partunggul Nahot Simaremare divonis 6 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 2 bulan kurungan. Anggiat terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi dari pengusaha.
"Menyatakan terdakwa Anggiat Partunggul Nahot Simaremare telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," kata hakim ketua Frangki Tambuwun saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2019).
Selain Anggiat, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar dan PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin juga divonis dalam perkara ini. Ketiganya terbukti bersalah menerima suap proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Meina Woro divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Moch Nazar divonis 6 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 2 bulan kurungan, sedangkan Donny Sofyan divonis 4 tahun denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Anggiat dkk diyakini bersalah melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tahun juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Anggiat menerima uang Rp 4,9 miliar dan USD 5 ribu atau sekitar Rp 72 juta terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dari pengusaha. Para pengusaha tersebut yakni Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (Dirut PT WKE) Budi Suharto, Direktur Keuangan PT WKE dan bagian keuangan PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP), Lily Sundarsih, Dirut PT TSP Irene Irma dan Direktur PT WKE dan project manager PT TSP Yuliana Enganita Dibyo serta Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo.
Sedangkan, Meina menerima Rp 1,4 miliar dan SGD 23 ribu, Donny menerima suap Rp 920 juta dan Nazar menerima suap Rp 9,6 miliar dan USD 33 ribu.
Pemberian suap itu bertujuan agar tidak mempersulit pengawasan proyek dan memperlancar pencairan anggaran yang dikerjakan PT Wijaya Kusuma Emindo, PT Tashida Perkasa Sejahtera (TSP) dan PT Minarta.
"Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut maka tindakan terdakwa Partunggul Nahot Simaremare telah menerima uang sejumlah tersebut diatas karena mempermudah pengawasan proyek tersebut, sehingga dapat memperlancar pencairan anggaran proyek yang dikerjakan PT Wijaya Kusuma Emindo, PT Tashida Perkasa Sejahtera dan PT Minarta telah bertentangan pasal 55," kata hakim.
Untuk Meina dan Nazar divonis pidana tambahan membayar uang pengganti. Meina divonis membayar uang pengganti Rp 416 juta dan Nazar divonis membayar uang pengganti Rp 6,4 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk Anggiat, hakim menyakini terbukti menerima gratifikasi Rp 10 miliar dan uang asing dari para kontraktor. Penerimaan itu saat menjabat Kasatker dan PPK mulai tahun 2009 hingga 2018.
Jenis mata uang yang diterima Anggiat yaitu dolar Amerika Serikat (USD), dolar Singapura (SGD), dolar Australia (AUSD), dolar Hong Kong (HKD), Euro (EUR), poundsterling Inggris (GBP), ringgit Malaysia (RM), yuan China (CNY), won Korea Selatan (KRW), bath Thailand (THB), yen Jepang (YJP), dong Vietnam (VND), lira Turki (TRY) dan shekel baru Israel (ILS). Berikut detailnya:
- USD 348.500
- SGD 77.212
- AUSD 20.500
- HKD 147.240
- EUR 30.825
- GBP 4.000
- RM 345.712
- CNY 85.100
- KRW 775.000
- THB 158.470
- YJP 901.000
- VND 38.000
- ILS 1.800
- TRY 330
Uang yang diterima Anggiat digunakan untuk keperluan pribadi dan disimpan di beberapa rekening bank. Selain itu, Anggiat juga membeli dua ruko di Kota Manado, Sulawesi Utara dan mobil Pajero.
Saat proses penyidikan, hakim menyebut KPK melakukan penyitaan barang-barang milik Anggiat yang diduga berasal dari pemberiaan, sehingga tidak dibebankan membayar uang pengganti.
Atas penerimaan gratifikasi itu, Anggiat terbukti bersalah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tonton Video Eks Irjen Kemen-PUPR Jadi Saksi Kasus Suap Proyek Air Minum: