Dalam kesaksian di Pengadilan Tipikor Serang, JL Serang-Pandeglang, Herman mengatakan ia mengurus total 5 jenazah personel band Seventeen dan manajemen yang semuanya diurus di RSDP Serang saat tsunami pada 22 Desember 2018. Pada 23 Desember, ia membawa 3 korban. Keesokan harinya, ia membawa 2 jenazah ke RSDP.
Di RSDP, ia kemudian mengurus jenazah, dari pemulasaraan, formalin, hingga peti jenazah, dengan terdakwa Fathullah di instalasi forensik. Di sana, ia diberi penjelasan mengenai prosedur dan biaya pengurusan jenazah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Personel Seventeen yang jadi korban tsunami ialah Herman, Bani, dan Andi, serta Oki Wijaya (manajer band). Selain itu, istri Irfan, vokalis Seventeen, Dylan Sahara, meninggal dunia akibat bencana ini.
Pembayaran, menurutnya, dilakukan bukan di loket. Ia diarahkan ke salah satu ruangan di instalasi forensik bersama terdakwa dan salah satu petugas forensik. Di situ, ia dimintai uang cash untuk setiap pengurusan jenazah.
"Uang cash, saya nanya bisa transfer nggak, katanya hanya cash. Dia jelaskan rinciannya biayanya berapa. Saya sempat ambil cash di ATM karena bawa tunai nggak cukup," ujarnya.
Rupanya dalam pembiayaan mengambil korban jenazah ini, ada yang masuk kategori pungli. Sejumlah korban tsunami yang ingin mengambil jenazah keluarganya juga mengeluhkan adanya pungutan biaya ini.
Kasus ini pun dibawa ke ranah hukum dan polisi menetapkan 3 orang sebagai tersangka. Sidang pungli ke korban tsunami di RSDP Serang dengan terdakwa Tb Fathullah, Budiyanto, dan Indra Maulana akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Ketiga terdakwa didakwa telah melakukan tidak pidana korupsi sebagaimana Pasal 35 ayat 2 UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Tipikor. Terdakwa telah melakukan pungli ke korban jenazah tsunami sebesar Rp 59,9 juta. (bri/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini