KPU Curhat Lelahnya Yakinkan Sekelompok Ustaz soal KPPS Wafat Bukan Diracun

KPU Curhat Lelahnya Yakinkan Sekelompok Ustaz soal KPPS Wafat Bukan Diracun

Nur Azizah Rizki Astuti - detikNews
Senin, 05 Agu 2019 14:30 WIB
Foto: Nur Azizah/detikcom
Jakarta - KPU menyatakan Pemilu 2019 berlangsung secara lancar dan dianggap sangat partisipatif. Meski demikian, KPU mengaku masih ada sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan Pemilu 2019.

"Pemilu 2019 meskipun banyak kelemahan di sana sini tapi secara umum bisa berlangsung lancar, aman dan demokratis. Yang menarik adalah tingkat partisipasi mencapai lebih dari 80 persen. Ini luar biasa. Betapa Pemilu 2019 itu sangat partisipatif," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Hotel Puri Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2019).

Hal tersebut disampaikan Wahyu dalam diskusi 'Jalan Pasti Sistem Politik dan Pemilu Indonesia'. Dia menegaskan KPU sudah mengedepankan transparansi dalam pelaksanaan Pemilu 2019.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"KPU dalam tata laksana pemilu itu nyaris telanjang, semua bisa diketahui publik. Meskipun ketelanjangan kita menimbulkan konflik di masyarakat, yaitu Situng. Situng itu upaya transparansi dari KPU sebagai pertanggungjawaban kerja kepada masyarakat, tetapi memang tidak kita pungkiri bahwa ada kekurangan di sana sini yang masih perlu diperbaiki," ujarnya.



Wahyu juga menyinggung soal kritik kecurangan dalam pemilu. Menurutnya, kecurangan-kecurangan yang banyak dibahas dilakukan oleh peserta pemilu, bukan KPU selaku penyelenggara pemilu.

"Dalam pemilu itu ada peserta pemilu dan penyelenggara pemilu. Yang curang itu peserta atau penyelenggara pemilu? Terkait dengan politik uang, saling mencuri suara, intimidasi kepada pemilih misalnya, itu adalah kecurangan yang dilakukan oleh peserta pemilu, bukan penyelenggara Pemilu," ujarnya.

Wahyu kemudian bercerita tentang pihaknya yang kesulitan meyakinkan sekelompok ustaz soal penyebab sejumlah petugas KPPS meninggal terkait proses perhitungan suara. Dia mengaku sampai lelah menjelaskan jika meninggalnya petugas KPPS itu bukan karena diracun.

"Tetapi kami pastikan bahwa, kami itu sampai lelah untuk meyakinkan beberapa pihak, terutama sekelompok ustaz, bahwa KPPS kami yang meninggal itu karena kehendak Tuhan, bukan karena diracun," ujar Wahyu.

"Itu melelahkan. Betapa setiap hari kita didoakan agar dilaknat Tuhan. Justru ini energi kita banyak yang keluar," imbuhnya.

Lebih lanjut, Wahyu menegaskan para komisioner KPU mampu menjaga independensi dan tidak pernah tunduk pada peserta pemilu. Ia mencontohkan keputusan KPU saat itu jika gerakan #2019gantipresiden dan 2019 Tetap Jokowi itu diperbolehkan dan bukan merupakan kampanye.

"Tapi pada waktu kita mengatakan Tetap Jokowi (boleh), dihajar orang. Pada waktu kita mengatakan #2019gantipresiden boleh, kita juga dihajar orang. Tapi itu lah konsekuensi logis dari pekerjaan kita. Kita boleh dihajar orang tapi dalam posisi benar menurut regulasi. Kita percaya kata hati rakyat pasti tidak tidur, Tuhan tidak tidur," ujarnya.

Wahyu mengatakan saat ini KPU bersiap untuk Pilkada 2020. Ia menyatakan pihaknya akan terus memperjuangkan agar mantan napi koruptor tidak dapat maju dalam Pilkada 2020 nanti.

"KPU tidak pernah padam semangatnya, termasuk di Pilkada Serentak 2020. Kami tetap akan mengusulkan agar mantan narapidana korupsi tidak diperbolehkan menjadi calon kepala daerah. Kita juga mendengar suara rakyat. KPU itu bukan bawahan pemerintah, bukan bawahan DPR, meskipun kami di-fit and proper test oleh DPR," tuturnya.


Simak Video "KPU Serahkan Santunan ke 10 Anggota KPPS Meninggal Dunia" (azr/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads