"Kan ada kelemahan dalam Undang-Undang TNI yang berkaitan dengan Operasi Militer Selain Perang. Ada yang 14 poin itu memang di situ dikatakan akan dikeluarkan Peraturan Presiden, PP ini yang belum ada. Dari 14 itu berapa yang baru ada 2 kalau tidak salah. PP ini sedang saya inisiasi untuk segera dipikirkan agar di dalam mengoperasikan undang-undang ini jelas," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).
Eks Panglima TNI itu menegaskan aturan tersebut diperlukan untuk menata pembagian tugas TNI dan Polri dalam menangi kasus terorisme. Selama ini menurut Moeldoko, TNI sering mengalami kesulitan terkait keterlibatan dalam menangani terorisme.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Moeldoko, kasus terorisme dapat dilihat berdasarkan ancamannya yakni intensitas rendah (low intensity), menengah (medium intensity) dan intensitas tinggi (high intensity). Apabila ancaman teroris terhadap negara sudah sangat mendesak, di situlah TNI menurutnya harus diturunkan.
"Sehingga nanti tidak ada yang tumpang tindih sesungguhnya karena aturan yang jelas di mana alih komandonya. Kalau saya melihatnya terorisme itu dari sisi spektrumnya, spektrum ancaman. Sepanjang itu masih low intensity, masih medium intensity, itu masih polisi. Tapi begitu high intensity, yang sungguh-sungguh mengancam negara yang urusannya sudah kedaulatan dan seterusnya, itu TNI harus diturunkan," kata dia.
Baca juga: Teroris Kini Dikepung Densus dan Koopssus |
Moeldoko menilai intensitas ancaman terorisme itu belum ada aturannya. Bagi Moeldoko, aturan tersebut juga bisa memperjelas waktu bagi TNI dalam mengambil alih komando menangani kasus terorisme.
"Di mana titiknya itu di mana dari medium ke high intensity ini yang belum diatur. Nanti PP itulah kira-kira yang mengatur sehingga nanti saat alih komandonya itu menjadi jelas," kata dia.
Namun demikian, Moeldoko mengatakan Koopssus TNI tetap bisa berjalan tanpa aturan turunan tersebut. Moeldoko menyebut ada Dewan Keamanan Nasional yang akan memberikan masukan kepada Presiden terkait pelibatan Koopssus TNI mengatasi terorisme.
"Sebenarnya bisa aja, nanti mungkin akan ada seperti apa itu, apa karena belum ada aturan detailnya, ada Dewan Keamanan Nasional yang dibentuk secara ad hoc yang akan memberikan masukan kepada Presiden, 'ini sudah waktunya bahwa ini sudah waktunya bahwa situasinya seperti ini, risikonya seperti ini', maka perlu diturunkan pasukan ini," lanjutnya.
Sebelumnya, Polri memastikan keberadaan Koopssus TNI tidak akan tumpang-tindih dalam penanganan terorisme. Menurutnya Densus fokus terhadap penegakan undang-undang, sedangkan dengan adanya Koopssus dapat bersinergi dalam menangani teroris di lapangan.
"Tentunya untuk Densus fokus terhadap penegakan hukum. (Dengan Koopssus TNI) kaitannya dengan implementasi, koordinasi, dan sinergitas di lapangan itu dalam rangka untuk satu tujuan mungkin untuk preventive strike atau melakukan strike," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (30/7). (lir/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini