Guru Besar UI Kritik Wacana Rektor Asing yang Contoh Singapura

ADVERTISEMENT

Guru Besar UI Kritik Wacana Rektor Asing yang Contoh Singapura

Indra Komara - detikNews
Kamis, 01 Agu 2019 05:45 WIB
Hikmahanto Juwana (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Guru besar hukum internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengkritik pernyataan Stafsus Presiden Adita Irawati yang menyebut Singapura menjadi salah satu contoh untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi negeri (PTN) karena merekrut rektor asing. Hikmahanto menilai Adita tak paham masalah dasar.

"Stafsus Presiden, Adita Irawati, menyampaikan ide Presiden untuk mengundang rektor berasal dari luar negeri dengan mencontohkan Singapura. Ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak memahami masalah mendasar yang dihadapi oleh PTN di Indonesia," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Rabu (30/7/2019).


Hikmahanto menyebut universitas di Singapura bisa melesat dengan rektor yang berasal dari asing karena proses belajar-mengajar dilakukan dalam bahasa Inggris sehingga dosen tak kesulitan membuat penelitian dalam bahasa Inggris.

"Belum lagi dana yang dianggarkan oleh pemerintah sangat luar biasa, baik untuk perpustakaan maupun laboratorium. Belum lagi pemerintah Singapura telah berkomitmen untuk menjadikan universitasnya hubungan pendidikan tinggi bagi para mahasiswa di kawasan. Untuk itu, pemerintah Singapura melakukan investasi besar-besaran," jelasnya.

Menurut Hikmahanto, Singapura bisa menerapkan rekrutmen rektor asing juga karena jumlah universitas di Singapura lebih sedikit dari jumlah PTN di Indonesia. Maka dia menilai perekrutan rektor asing di Indonesia tidaklah mudah.

"Bila rektor asal asing memimpin PTN di Indonesia alangkah sulitnya bagi rektor tersebut untuk memastikan proses belajar-mengajar dalam bahasa Inggris. Bahkan sulit untuk membentuk budaya meneliti bagi para dosennya dan memastikan hasilnya masuk dalam jurnal," kata Hikmahanto.

"Belum lagi rektor asal luar negeri akan merasa tidak dapat berbuat banyak bila anggaran yang dialokasikan terlalu minim. Seharusnya Stafsus tahu bahwa rektor hanyalah salah satu komponen di perguruan tinggi. Banyak komponen lain yang harus diperhatikan. Dari kualitas mahasiswa, dosen, hingga anggaran dan infrastruktur pendukung," lanjut dia.


Hikmahanto lalu menyoroti politisasi jabatan-jabatan di universitas. Hal itu pulalah yang menurutnya menjadi masalah jika PTN di Indonesia ditargetkan masuk peringkat 50 besar dunia.

"Masalah terbesar bagi PTN untuk maju dan masuk peringkat 50 besar dunia adalah belenggu kentalnya nuansa politik. Di setiap lini kegiatan, mulai dari kemahasiswaan hingga para pengajar, nuansa politik masih sangat kental. Jabatan-jabatan di universitas dipolitisasi. Tidak saja yang berasal di dalam universitas, tetapi dari luar universitas," ujarnya.

"Banyak pejabat yang ingin memiliki jabatan guru besar meski tidak pernah mengajar. Demikian pula pengaruh para pejabat dan politisi dalam proses pemilihan jabatan di lingkungan universitas masih ada. Demikian pula dalam penerimaan dosen dan mahasiswa baru, juga para tenaga pendidikan universitas tidak mendapatkan the best for the best. Demikian pula regulasi dari Kemenristekdikti yang kerap berubah dalam penerimaan mahasiswa," jelas Hikmahanto.

Sebelumnya, Stafsus Presiden Adita Irawati menjelaskan wacana kebijakan soal rektor asing ini mencontoh keberhasilan yang diterapkan di Singapura. Rektor asing diharapkan mampu mendongkrak ranking PTN di Indonesia dalam kancah global.

"Ini menjadi salah satu alternatif. Ada beberapa case di negara lain di mana rektor berasal dari asing. Singapura salah satunya," kata Adita melalui pesan singkat, Rabu (31/7) kemarin.




Menristekdikti Wacanakan Rektor Asing, Fahri: Harusnya Malu Dia!:

[Gambas:Video 20detik]


Guru Besar UI Kritik Wacana Rektor Asing yang Contoh Singapura
(idn/dnu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT