"Kekuasaan MPR dapat mempengaruhi kekuasaan Presiden," kata Direktur Pusako Unand, Feri Amsari dalam keterangannya kepada detikcom, Selasa (30/7/2019).
"MPR itu sangat penting posisinya. Terutama kewenangannya yang sangat mempengaruhi keberlanjutan penyelenggaraan pemerintahan," sambung Feri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak saja berwenang mengubah dan mensahkan konstitusi, berdasarkan Pasal 3 UUD 1945, MPR juga berwenang memberhentikan dan memilih presiden dan/atau wakil presiden jika berhalangan tetap. Itu sebabnya, pimpinan MPR sebagaimana DPR harus diisi oleh partai koalisi pemerintah untuk memastikan masa jabatan tetap (fixed term in office).
"Ada teori penting agar pemerintahan efektif, yaitu pemerintahan tidak boleh menjadi semacam bebek kaki pincang (lame duck government) di mana partai pemerintah tidak menguasai parlemen sehingga kebijakan pemerintah akan selalu dikritik. Makanya, untuk menghindari itu kursi pimpinan MPR, sebagaimana DPR, harus diserahkan kepada pemenang pemilu legislatif," ujar Feri.
Menurutnya, secara teori memang harusnya pimpinan MPR tidak perlu diperebutkan oleh partai koalisi atau oposisi. Alasannya karena secara teori memangnya harus partai paling dominan di MPR yang menjadi ketua, diikuti berturut-turut oleh partai suara berikutnya.
"Jadi memberikan kursi ketua MPR ke Gerindra atau kepada oposisi akan membuka friksi masa depan luar biasa antara pemerintah dan MPR," sambung Feri.
Menurut Feri, sepanjang koalisi punya komitmen bersama yang tegas maka tidak diperlukan pemain tambahan.
"Meskipun dugaan bahwa kursi MPR merupakan upaya Jokowi merangkul semua pihak, sebagai sebuah Kemungkinan, tentu perlu disikapi hati-hati. Akan selalu ada pihak yang menawarkan sesuatu kepada pemenang, tapi konyol jika Jokowi memilih untuk tidak mempertahankan koalisi yang sudah ada dan mengutamakan yang baru," pungkasnya.
(rvk/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini