Setahun SBY - JK: SBY = (S)usilo (B)awahan (Y)usuf Kalla
Rabu, 19 Okt 2005 13:18 WIB
Semarang - Kamis (20/10/2005) besok, setahun sudah SBY - JK terpilih memimpin negeri ini. Karena selama setahun wakil presiden lebih mendominasi kepemimpinan, SBY bukan singkatan Susilo Bambang Yudhoyono, tapi Susilo Bawahan Yusuf Kalla."Pada beberapa pengambilan kebijakan, posisi presiden kan kalah dengan wakil presiden. Dia seperti di bawah wakil presiden. Jadi mungkin idiom itu ada benarnya juga," kata Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Eko Budihardjo ketika dimintai tanggapan soal setahun pemerintahan SBY - JK, Rabu (19/10/2005).Prof Eko--demikian Rektor Undip akrab disebut--mencontohkan, lemahnya posisi SBY dihadapan JK adalah ketika Forum Rektor Indonesia menemui SBY beberapa waktu lalu. Pada saat itu, SBY mengiyakan untuk menunda kenaikan harga BBM setelah Lebaran."Tapi wakil presiden berulang kali menegaskan kenaikan harus per Oktober 2005. Itu kan bertolak dengan sikap SBY. Akhirnya, kenaikan BBM sesuai dengan pernyataan wapres," kata Prof Eko yang juga ditunjuk sebagai Ketua YPSDM Forum Rektor Indonesia ini.Karena itu, lanjut Prof Eko, SBY bukan hanya berarti Susilo Bawahan Yusuf Kalla, tapi juga bisa berarti Susilo Bingung Ya? dan Susilo Bimbang Ya? Idiom itu untuk menunjukkan posisi politik pendiri Partai Demokrat itu.Prof Eko menilai SBY dalam kondisi yang sangat terjepit. Sebagai presiden ia tidak punya alat (politik) yang dapat diandalkan. "Berbeda dengan wapres yang punya Golkar. Karena itu, SBY lemah dihadapan Kalla," tuturnya.Dalam mengambil kebijakan, lanjutnya, SBY yang berasal dari militer lebih banyak berhitung dengan aturan yang jelas. Dia berpikir dalam dan luas. Sementara Kalla yang berbasis bisnis lebih berparadigma spekulatif sehingga kesannya sembarangan."Kalla menjadi wapres itu juga atas dasar spekulasi atau gambling. Ia kan pebisnis murni. Karena itu, kebijakan yang ia ambil lebih bersifat spekulatif. Kalau cocok, terus, kalau nggak ya dicabut," terang Prof Eko.Terakhir, Prof Eko menilai SBY - JK ibarat dua matahari yang bersinar sama terangnya. Padahal jika negara ingin selamat dari bahaya krisis, hanya ada satu matahari yang bersinar sangat terang, sedangkan yang lain sebagai pendukung.
(nrl/)