Kasus ini berawal YI meminjam uang melalui empat fintech dalam waktu berbeda. Dia tak tahu bahwa keempatnya merupakan fintech ilegal. Karena belum sanggup membayar saat jatuh tempo, YI mendapatkan teror dari orang-orang yang diduga berasal dari perusahaan fintech tersebut. Teror dilakukan dalam bentuk makian.
YI menyebut teror terparah ialah dari Incash, yang sampai membuat poster berisi hoaks bahwa dirinya rela 'digilir' agar bisa membayar utang senilai Rp 1.054.000. Poster ini lalu disebar ke grup WhatsApp yang berisi seluruh kontak di ponsel miliknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, YI sudah menjelaskan alasan dirinya telat membayar cicilan, yakni karena usaha kateringnya sedang surut dan ia belum gajian dari kantornya. Meski demikian, dia tetap mendapat ancaman.
"Hari pertama mereka ancam-ancam, lalu sampai mereka menyebar foto saya yang ada tulisannya jual dirilah, rela digilir, saya jadi nggak tenang," kata YI saat dihubungi detikFinance, Rabu (24/7/2019).
YI, yang merupakan warga Jebres, Solo, lalu mengambil langkah hukum. Didampingi kuasa hukum dari LBH Solo Raya, YI melapor ke Polresta Surakarta pada Rabu (24/7).
Polisi serius menangani kasus debitur yang jadi korban hoax ini. Saat ini kasusnya sedang didalami.
"Itu sedang didalami Direktorat Siber," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2019).
![]() |
Polri menegaskan kejadian yang dialami YI adalah perbuatan melawan hukum. Dedi mengatakan hoax tersebut merupakan modus si debt collector untuk menekan YI agar segera melakukan pelunasan.
"Itu modus-modus yang dilakukan oleh fintech-fintech untuk menekan konsumen yang belum mampu melunasi hutangnya atau terjerat utang oleh bujuk rayu fintech itu," ucap Dedi.
Polisi tidak menoleransi kasus semacam ini. "Itu perbuatan melawan hukum, jelas," tegas Dedi.
Simak Juga 'Ini Sederet Polemik Fintech Tanah Air':
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini