Pengaturan dalam PP No 40/2019, khususnya Pasal 39, menentukan perkawinan dilakukan di hadapan pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan yang terdaftar pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
![]() |
"Akan tetapi masih menimbulkan masalah ke depan, tidak dapat dilangsungkannya perkawinan terhadap sepasang warga negara penghayat kepercayaan karena secara teknis organisasi dan pemuka penghayat kepercayaan tidak terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ujar pakar hukum tata negara Dr Jimmy Usfunan kepada detikcom, Rabu (24/7/2019).
Berdasarkan data yang ada di Kemendikbud, persebaran Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME Tingkat Pusat pada tiap kabupaten/kota seluruh Indonesia per Juli 2018 sebanyak 188 organisasi. Jumlah ini bertambah 1 organisasi dari 2017.
"Hal ini menunjukkan fakta kemungkinan adanya organisasi penghayat kepercayaan yang eksis namun belum terdaftar. Di samping itu, pada saat persidangan MK nomor perkara 97/PUU-XIV/2016 lalu terungkap Laporan Depag tahun 1953 ada 360 organisasi Kebatinan/Kepercayaan," papar pengajar Universitas Udayana, Bali, itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begitu juga berdasarkan Peraturan Bersama Mendagri dan Mendikbudpar Nomor: 43 Tahun 2009/ Nomor: 41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Pasal 5 dan Pasal 6 menentukan bahwa Gubernur menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) organisasi penghayat kepercayaan di tingkat Provinsi dan Bupati/Walikota menerbitkan SKT utk kabupaten/kota. Hal ini sebagai bentuk perlindungan dan penghormatan negara terhadap HAM warga negara dalam membentuk keluarga," pungkas Jimmy. (asp/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini