"Media sosial itu tantangan buat kita. Di tengah-tengah kita melaksanakan demokrasi karena banyak sekali isu-isu, berita-berita hoaks, ujaran-ujaran kebencian yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Irjen Gatot Eddy Pramono dalam kuliah umumnya di kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Gatot menekankan penggunaan media sosial yang tidak terkontrol di tengah kondisi masyarakat Indonesia yang didominasi kelompok kelas bawah berpotensi menimbulkan gesekan sosial jika tidak dikelola dengan baik. Dia menyoroti perbedaan-perbedaan di kalangan masyarakat kelas bawah yang tergolong ekstrem.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isu SARA yang berbau politik identitas ini dinilai Gatot sebagai akar dari tindakan yang intoleran dan radikal. Ini juga menjadi berbahaya karena mereka yang terpapar oleh paham ini disebut tidak jarang memiliki keinginan merebut kekuasaan atau memisahkan diri.
"Ke depan itu adalah primordialisme yang muncul seperti politik identitas, radikalisme, intoleransi. Menguatnya kritis identitas dan nasionalisme sempit membuat mereka ingin memisahkan diri dari negara induknya, banyaknya konflik horizontal, adanya insurgency, aktor nonstate juga menggunakan sumber daya militer, politik yang dia miliki untuk merebut kekuasaan atau dia untuk memindahkan, memisahkan kekuasaan. Ini yang terjadi," sambung Gatot.
Melihat kondisi tersebut, Gatot melihat hal ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat dan aparat penegak hukum, tapi juga pemerintah. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah membuat regulasi mengenai penyebaran berita hoaks.
"Kemudian juga perlu regulasi yang mengatur supaya juga nanti berita hoax ini tidak mudah tersebar, termasuk pemilihan platform terlibat di dalam itu," imbuhnya.
(gbr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini