"Polisi saja. Kalau amnesti dan abolisi setelah selesai di pengadilan. Terdakwa saja belum," kata Tonin Tachta kepada wartawan, Senin (15/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kan begini, amnesti-abolisi itu diberikannya kapan, tentu setelah orang di pengadilan. Orang saja jadi terdakwa belum. Yang ada deeponering, penghapusan hak penuntutan. Selesaikan dengan hukum atau cabut laporan-laporannya, apakah laporan A atau laporan B," ujar dia.
Menurut Tonin, amnesti dan abolisi terhadap tersangka makar justru akan membuat kesusahan Jokowi. Toni menyebut Jokowi akan dibebani oleh kasus-kasus makar tersebut, padahal dirinya belum dilantik jadi presiden untuk periode kedua.
"Kalau Pak Jokowi dituntut amnesti dan abolisi, kasihan Pak Jokowi, dilantik saja belum. Pak Jokowi kan presiden yang baik dan bagus, masa belum apa-apa sudah dibebani yang begitu. Polisinya sajalah punya kesadaran sendiri," tuturnya.
Tonin menyarankan polisi-lah yang menghentikan kasus-kasus makar itu dengan berkaca pada kejadian sebelumnya. Dia menyinggung sejumlah tokoh yang diamankan menjelang aksi 212.
"Artinya, polisi itu kan pembantu presiden, sudah selesai kerjaan, ya sudah beres-beres, sama seperti 212 orang diambil-ambil, ditetapkan tersangka, dibawa ke Mako Brimob, habis itu pulang satu-satu. Begitu juga Sri Bintang Pamungkas dua bulan dikandangin, habis itu hilang begitu saja. Sudah, samakan saja kalau memang seperti itu," imbuh dia.
Sebelumnya, Yusril mengatakan Jokowi bisa mengambil kebijakan amnesti dan abolisi terhadap mereka yang diduga makar. Namun dia menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada Jokowi.
"Bisa saja Presiden mengambil langkah memberikan amnesti dan abolisi terhadap mereka yang diduga terlibat makar ini," ujar Yusril kepada wartawan.
Pengacara Minta Kivlan Zen Dihadirkan di Sidang Praperadilan:
(knv/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini